Monday, December 20, 2010

OSCILOSCOPE

Gb. Tampilan Panel Osiloscope


Gb. Cara Kalibrasi Osiloscope
( Ch 1 Di Hubungkan Ke CAL )



Oscilloscope adalah Alat Ukur yang mana dapat menunjukkan kepada Anda 'Bentuk' dari sinyal listrik dengan menunjukkan Grafik dari Tegangan terhadap Waktu pada layarnya. Itu seperti layaknya voltmeter dengan fungsi kemampuan lebih, penampilan tegangan berubah terhadap waktu.Sebuah graticule setiap 1cm grid membuat anda dapat melakukan pengukuran dari tegangan dan waktu pada layar (screen).
Sebuah Grafik, biasa disebut Trace / Jejak, tergambar oleh pancaran electron menumbuk lapisan phosphor dari layar menimbulkan pancaran cahaya, biasanya berwarna hijau atau biru. Ini sama dengan penggambaran pada layar televisi.
Sebuah Oscilloscope Dual Trace dapat menampilkan Jejak Rangkap / Dua pada layarnya, Untuk Mempermudah Pembandingan Sinyal Input dan Output dari sebuah Amplifier sebagai contohnya.

Sebelum kita menggunakan Osiloscope terlebih dahulu kita Cek Ketepatan Dari Osiloscope tersebut ( KALIBRASI ).
Cara PengKALIBRASIan Osiloscope :
1. Jangan Lupa Probe / Kabel Penghubung kita Masukan Ke Input ( Chanel 1 / Chanel 2 )
2. Hidupkan Power Osiloscope.
3. Atur Intensitas Cahaya & Fokus-nya Biar Gambar Pada Osiloscope Enak DiLihat.
4. Volt/Div & Time/Div-nya DiAtur Juga Biar Dalam PengKALIBRASIan Dapat DiHitung.
5. Kemudian Salah satu ujung probe ( Probe Ch 1 atau 2 ) kita hubungkan pada tempat Calibrasi ( Biasanya tertulis CAL )
6. Setelah gambar gelombang ( Biasanya Gelombangnya Berbentuk Gelombang Kotak ) telah tampil pada layar Osiloscope baru dapat kita hitung Frekuensi & Volt Peak to Peak dengan rumus dibawah ini.

1. MENGHITUNG FREKUENSI :
Untuk Menghitung Frekuensi Gelombang Pada Tampilan Layar Osiloscope, Kita Harus Mengetahui Dulu Periodenya Berapa?Baru Dapat menghitung Frekuensinya.Dengan Rumus Sbb:
PERIODE : T = Div Horisontal x Time/Div
FREKUENSI : F = 1/T

2. MENGHITUNG TEGANGAN PUNCAK KE PUNCAK :
Untuk Menghitung Tegangan Puncak Ke Puncak ( Vpp ) Jangan Lupa Kita Harus Mengetahui Skala Pada Volt/Div Nya Dulu Berapa Volt & Juga Tegangan Puncak Ke Puncaknya Berapa Div ( Div Vertikal ).Untuk Menghitung Vpp Kita Gunakan Rumus Sbb :

VOLT PEAK TO PEAK : Vpp = Div Vertikal x Volt/Div


Fungsi Dari Tiap-Tiap Tombol Pada Osiloscope :
1. POSITION : Untuk mengatur posisi berkas signal arah vertical untuk channel 1.
2. DC. BAL : Untuk menyeimbangkan DC vertical guna pemakaian channel 1(atau Y ), Penyetelan dilakukan sampai posisi gambar diam pada saat variabel diputar.
3. INPUT : Terminal masukan pada saat pengukuran pada CH 1 juga digunakan untuk Kalibrasi. 4. AC ? GND ? DC Posisi AC = Untuk megukur AC, objek ukur DC tidak bisa diukur melalui Posisi ini, karena signal DC akan terblokir oleh kapasitor. Posisi GND = Terminal ini terbuka dan berkas merupakan garis nol/lived nol. Posisi DC = Untuk mengukur tegangan DC dan masukan-masukan yang lain.
5. VOLT/DIV : Sakelar putar untuk memilih besarnya tegangan per cm (volt/div) pada layar CRT, ada II tingkat besaran tegangan yang tersedia dari 0,01 v/div s.d 20V/div
6 VARIABLE : Untuk mengontrol sensitifitas arah vertical pada CH 1 (Y). pada putaran maksimal Ke arah jarum jam (CAL) gunanya untuk mengkalibrasi mengecek apakah Tegangan 1 volt tepat 1 cm pada skala layar CRT.
7 MODE (CH 1, CH 2, DUAL, ADD, SUB) CH 1 : Jika signal yang diukur menggunakan CH 1, maka posisi switch pada CH 1 dan berkas yang nampak pada layar hanya ada satu. CH 2 : Jika signal yang diukur menggunakan CH 2, maka posisi switch pada CH Article Source: Forum Komunitas Teknisi Ponsel Indonesia Pengenalan Perangkat Osiloscope2 dan berkas yang nampak pada layar hanya satu. DUAL : Yaitu suatu posisi switch apabila hendak mengunakan CH 1 dan CH 2 Secara bersamaan, dan pada layar pun akan tampak dua berkas. ADD : Bentuk gelombang dari kedua channel masukan yang dapat dijumlahkan Secara aljabar dan penjumlahannya dapat dilihat dalam bentuk satu Gambar. SUB : Masukan dengan polaritas terbaik pada CH 2, ditambah masukan CH 1, Maka perbedaan secara aljabar akan tampak satu gambar pada layar. Article Source: Forum Komunitas Teknisi Ponsel Indonesia Pengenalan Perangkat OsiloscopeApabila CH 1 tidak diberi signal masukan, maka bentuk gelombang Dengan polaritas terbaik dari channel 2 akan tampak.
8. LED PILOT LAMP : Lampu indicator untuk power masuk, apabila switch ILLUM diputar ke on.
9. ILLUM : Bila diputar berlawanan jarum jam maksimum, maka power AC akan mati dan jika Ke kanan, maka power AC akan masuk dengan ditandai LED pilot lampu menyala.
10. INTENSITY : Untuk mengatur gelap atau terangnya berkas sinar supaya enak pada penglihatan. Diputar ke kiri untuk memperlemah sinar dan apabila diputar ke kanan akan membuat terang
11. FOCUS : Untuk memperkecil/menebalkan berkas sinar atau garis untuk mendapatkan Gambar yang lebih jelas.
12. ASTIG : Pengaturan astigmatisma adalah untuk memperoleh titik cahaya yang lebih baik Ketika menyetel FOCUS
13. EXT-TRIG : Terminal dari sinkronisasi eksternal tegangan eksternal yang lebih dari IV peak To peak harus menggunakan switch SOURCE di set pada posisi EXT.
14. SOURCE : Sakelar dengan tiga posisi untuk memilih tegangan sinkronisasi. CH 1 : Huruf akan sinkron dengan masukan gelombang dari CH 1. Jika menggunakan CH 1 hendaklah switch source ditetapkan pada CH 1. CH 2 : Sweep akan sinkron dengan masukan gelombang dari CH 2. apabila Menggunakan CH 2 hendaknya switch source diletakkan pada CH 2. Sweep CH 1 dan CH 2 akan sikron pula pada saat menggunakan DC/AC. EXT : Sweep akan sikron dengan masukan signal dari luar melalui Terminal EXT + TR 16 (19).
15. SYNC : Sakelar pemisah sinkronisasi. 15. LEVEL; Meengontrol sync level adalah mengatur phase sync untuk menentukan bentuk titik awal gelombang signal.
16. PULL AUTO Dengan mencabut pemutar level sweep akan sedikit terganggu.bentuk gelombang - tidak diam selama tidak menggunakan signal trigger,yang nampak hanyalah garis lurus dan ini akan terjadi bila signal teriger masuk.
17 POSITION. Untuk menyetel kekiri dan kekanan berkas gambar ( posisi arah horizontal) Switch pelipat sweep dengan menarik knop ,bentuk gelombang dilipatkan 5 Kali lipat kearah kiri dan kearah kanan usahakan cahaya seruncing mungkin.
18. SWEEP TIME /DIV; Yaitu untuk memilih skala besaran waktu dari suatu priode atau pun square trap Cm (div ) sekitar 19 tingkat besaranyang tersedia terdiri dari 0,5 s/d 0,5 second.pengoperasian X-Y didapatkan dengan memutar penuh kearah jarum jam.perpindahan Chop-ALT-TVV-TVH.secara otomatis dari sini.Pembacaan kalibrasi sweep time/div juga dari sini dengan cara variabel diputar penuh se arah jarum jam.
19. VARIABEL; Digunakan untuk menyetel sweeptime pada posisi putaran maksimum arah jarum jam. ( CAL ) tiap tingkat dari 19 posisi dalam keadaan terkalibrasi .
20. CAL IV PP Yaitu terminal untuk mengkalibrasi voltage frequency chanel 1 dan chanel 2 Dimana untuk frequency 1 Khz tegangan harus 1 volt P-P.
21. AC VOLTAGE SELECTOR ; Untuk menyetel tegangan listrik 110 Volt atau 220 Volt.
22. INT MOD Teminal intensitas Brightness

OSILOSKOP
Osiloskop berguna untuk: melihat tingkah laku tegangan gelombang secara visual, ada beberapa jenis tegangan gelombang yang akan diperlihatkan pada layar monitor osiloskop .
1) Gelombang sinusoida
2) Gelombang blok
3) Gelombang gigi gergaji
4) Gelombang segitiga.
Untuk dapat menggunakan osiloskop, harus bisa memahaami tombol-tombol yg ada pada pesawat perangkat ini,seperti telah diutarakan diatas. Secara umum osiloskop hanya untuk circuit osilator ( VCO ) disemua perangkat yg menggunakan rangkaian VCO. Walau sudah berpengalaman dalam hal menggunakan osiloskop, kita harus mempelajari tombol instruksi dari pabrik yg mengeluarkan alat itu.
Untuk mengukur: Volt dari (tiap jenis tegangan gelombang.)
Besaran gelombang frequency
Betuk gelombang frequency.
W a k t u ( time )
F a s a Tegangan tinggi maksimum
Tegangan tinggi minimum.
Lengkung dan cacat modulasi ( audio )
Cara menghitung frequency tiap detik.
Dengan rumus sbb ;
F = 1/T
F = freq
T = waktu
Untuk menggunakan osiloskop haruslah berhati-hati, bila terjadi kesalahan sangat fatal akibatnya?.

* ) Instruksi Kerja Pengkalibrasian Osiloscope :

1. Masukan Kabel Power Pada Socket In Put 220 V Yang Terdapat Pada Bagian Belakang Osiloscope.
2. Masukan Socket Probe Osiloscope Pada Chanel 1 ( X ) atau Chanel 2 ( Y ).
3. Masukan Kabel Power ( Steker ) Pada Stop Kontak.
4. Atur MODE Pada Chanel 1 ( X ) atau Chanel 2 ( Y ).
5. Atur COUPLING Pada AC / DC & SOURCE Pada Chanel 1 ( X ) atau Chanel 2 ( Y ).
6. Hidupkan Osiloscope Dengan Menekan Tombol Power & Lampu Indikatorpun Akan Menyala.
7. Kalau Di Layar Osiloscope Belum Ada Tampilan Garis Horisontal Maka Atur HOLDOFF Pada Posisi AUTO & Pada LEVEL Tombol LOCK Di Tekan.
8. Setelah Ada Tampilan Garis Horisontal Pada Layar Osiloscope Atur Focus & Intensitas Cahaya Agar Tampilan Gelombang Enak Di Lihat.
9. Hubungkan Ujung Probe Osiloscope Pada Calibrasi ( CAL ), Maka Pada Layar Akan Tampil Gambar Gelombang ( Gelombang Kotak ).
10. Atur Posisi Vertikal & Horisontal Gelombang Agar Mudah Dalam Melakukan Penghitungan ( Perioda, frekuensi & Volt Peak to Peak ) Untuk PengKalibrasian Osiloscope.
11. Atur Volt / Div Pada Posisi 1 V & Time / Div Pada 0,5 mS ( .5 mS ).
12. Tinggi Gelombang Harus 2 Div Karena Pada Kalibrasi Tercatat 2 Vpp, Kalau Tidak Sampai 2 Vpp Atur Variable Pada Chanel 1 ( X ) atau Chanel 2 ( Y ) Untuk Mengatur Tinggi Gelombang Agar Mencapai 2 Vpp.
13. Panjang 1 Gelombang Penuh Harus 2 Div Horisontal.
14. Untuk Menghitung Perioda Menggunakan Rumus :

T = Div Horisontal x Time / Div
= 2 Kotak x 0,5 mS
= 2 x 0,5 . 10-3
= 1 . 10-3 S

15. Untuk Menghitung Frekuensi Menggunakan Rumus :

F = 1/T
= 1/1 . 10-3
= 1000/1
= 1000 Hz ( 1 KHz )

16. Untuk Menghitung Volt Peak to Peak Menggunakan Rumus :

Vpp = Div Vertikal x Volt / Div

= 2 Kotak x 1 V
= 2 Vpp

17. Karena Pada Kalibrasi ( CAL ) Tertulis 2 Vpp & 1 KHz Maka Untuk Penghitungan Di Atas Menandakan Osiloscope Sudah Sesuai Dalam Pengkalibrasian.

Kalibrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat inspeksi, alat pengukuran dan alat pengujian.

Tujuan kalibrasi
• Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai konvensional penunjukan suatu instrumen ukur.
• Menjamin hasil-hsil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun Internasional.

Monday, November 22, 2010

ETHANOL ELECTRICITY


Overview of Biomass to Ethanol

Ethanol, with the chemical formula, CH3CH2OH, can be produced by chemical synthesis through direct hydration of ethylene (ethylene derived from petroleum), or by biological fermentation using microorganisms. Production of ethanol has been limited to using sources of soluble sugar or starch, primarily in the Midwest, U.S. using corn. Ethanol production grew from 175 million gallons in 1980 to 1.4 billion gallons in 1998, with support from Federal and state ethanol tax subsidies and the mandated use of high-oxygen gasoline. Currently, over 1.5 billion gallons of ethanol is produced in the US. California ethanol production is limited, a modest amount of 6 million gallons per year from food processing wastes and other liquid products, such as cheese whey. Demand for ethanol could increase further if methyl tertiary butyl ether (MTBE) is eliminated from gasoline. In March 1999, Governor Gray Davis announced the phase out of the use of MTBE in gasoline by 2002 in California, which uses 25 percent of the global production of MTBE. It is unclear, however, whether the U.S. Congress will eliminate the minimum oxygen requirement in reformulated gasoline (RFG), an action that would reduce the need for ethanol. If the oxygen requirement is eliminated, ethanol will still be as valuable as an octane booster and could make up some of the lost MTBE volume.

Extending the volume of conventional gasoline is a significant end use for ethanol, as is its use as an oxygenate. To succeed in these markets, the cost of ethanol must be close to the wholesale price of gasoline, currently made possible by the Federal ethanol subsidy. However, the subsidy is due to expire in 2007, and although the incentive has been extended in the past, in order for ethanol to compete on its own merits the cost of producing it must be reduced substantially. The production of ethanol from corn is a mature technology that is not likely to see significant reduction in production costs. Substantial reductions must be possible, however, if lignocellulosic-based feedstocks are used instead of corn. The ability to produce ethanol from low-cost biomass will be key to making ethanol competitive with gasoline. In addition, if an ethanol production system was co-located with biomass power plant certain synergies could occur. In particular, lignin from the ethanol plant could be utilized by the power plant, while steam and electricity from the power plant could be utilized by the ethanol facility. Also, it is likely that the ethanol plant could utilize other existing utilities at the biomass power plant, such as sewage handling, cooling water and other buildings. It is also likely that the ethanol Although lignocellulosic feedstock are less expensive than corn, today they are more costly to convert to ethanol because of extensive processing required.

Ethanol fermentaion pathway
Ethanol Production from Ligno-Cellulosic Conversion Technologies

Cellulosic biomass is a complex mixture of carbohydrate polymers known as cellulose, hemi-cellulose, lignin, and a small of amount of compounds known as extractives. Examples of cellulosic biomass include agricultural and forestry residues, municipal solid waste (MSW), herbaceous and woody plants, and underused standing forests. Cellulose is composed of glucose molecules bonded together in long chains that form a crystalline structure. Cellulose is a fibrous, tough, water-insoluble substance. Hemi-cellulose is not soluble in water. It is a mixture of polymers made up from xylose, mannose, galactose, or arabinose. Hemi-cellulose is much less stable than cellulose. Lignin is a complex aromatic polymer of phenylpropane building blocks. Lignin is resistant to biological degradation.

For production of ethanol, the cellulosic feedstock is first pretreated to convert hemi- cellulose into soluble sugars such as xylose sugars. The cellulose fraction is hydrolyzed by acids or enzymes to produce glucose, which is subsequently fermented to ethanol. The soluble xylose sugars derived from hemi-cellulose are also fermented to ethanol. Lignin, which cannot be fermented into ethanol, can be used as fuel to produce heat or electricity. Pathways to produce ethanol using cellulosic feedstock are described below.
General Pathways for Ethanol Production from Cellulosic Feedstock

* Enzymatic hydrolysis :simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF): The steps in the conversion of cellulosic materials to ethanol in processes featuring enzymatic hydrolysis includes pretreatment, biological conversion, product recovery, and utilities and waste treatment. SSCF is an adaptation to the process, which combines hydrolysis and fermentation in one vessel. Sugars produced during hydrolysis are immediately fermented into ethanol. By fermenting the sugars as soon as they form, eliminates problems associated with sugar accumulation and enzyme inhibition.
* Dilute acid hydrolysis : This process uses low concentration acids and high temperatures to process the cellulosic biomass. Lignocellulose biomass is pretreated with approximately 0.5% acid in liquid at up to 200ºC to hydrolyze the hemicellulose and expose the cellulose for hydrolysis. The hemicellulose hydrolysis yields most pentose (C5) sugars, principally xylose and arabinose, which are fermented to ethanol and distilled. The remaining solids, cellulose and lignin, enter the second stage hydrolyzer where cellulose is converted to glucose with approximately 2% acid in liquid at up to 240ºC. The resulting sugars are then fermented to ethanol and distilled.
* Concentrated acid hydrolysis : This process uses high concentration halogen acids and near ambient temperatures to convert cellulosic biomass to sugars. The decrystalization and hydrolysis of cellulose with nearly 100% yields may be accomplished with 40 wt% hydrochloric acid, 60 wt% sulfuric acid, or 90 wt% hydrofluoric acid. The liquid phase hydrochloric acid process is the only halogen process to have reached commercial development.
The feedstock is pretreated with approximately 10 wt% acid liquid stream which is recycled from cellulose hydrolysis. Pretreatment hydrolyzes the hemicellulose into C5 and C6 sugars and exposes the cellulose for hydrolysis. The subsequent liquid acid and sugar stream is separated from the solids, neutralized, fermented and distilled. The solids mostly cellulose and lignin, enter the second stage hydrolyzer and are mixed with 40-90 wt% acid (the concentration depends on acid type). Cellulose is converted into C6 glucose sugars. After another liquid-solid separation step, the liquid containing about 10% acid and 10% glucose is recycled to the hemicellulose hydrolysis / pretreatment vessel. The remaining solids are washed, dried and used as fuel source for power production.
* Biomass Gasification and Fermentation

Existing R&D Status on Cellulosic Biomass to Ethanol

The technology behind converting cellulosic biomass to ethanol has yet to pass the most important test of being demonstrated in a commercially viable facility. Despite there being many different technologies available i.e.: dilute acid, concentrated acid, enzyme based hydrolysis, none are in use in a commercial facility in the United States. There are many plans for future facilities at sites all over the United States and Canada, some much more viable than others.

In North America there are seven facilities that we at the California Energy Commission found to be in various stages of planning and or construction. These are listed in the table below.
Site Location Developer Feedstock
Sacramento, CA Arkenol Agricultural residue
Mission Viejo, CA Arkenol Cellulosic biomass
Jennings, LA Collins Pine, BCI Wood waste
Gridley, CA BCI Rice Straw/Wood waste
Middletown, NY Masada Cellulosic biomass
Ottawa, Canada IOGEN Cellulosic biomass

The Sacramento (actually Rio Linda, slightly to the north), CA sites were in the planning stages and have now been abandoned. It is unclear whether Arkenol still owns the site or if it has changed hands, but the important permits that were granted for the site have expired. The site was planned as a joint operation with SMUD (Sacramento Municipal Utilities District) that would use rice straw and other local agricultural residues as feedstock for a 20-MM gal/yr. biomass to ethanol facility.

Arkenol also owns the cellulosic biomass to ethanol facility in Mission Viejo and it is also not a commercial facility. The facility is used as the pilot plant demonstrator of their proprietary hydrolysis and fermentation technology. The plant uses concentrated acid hydrolysis and unknown type of yeast in its fermentation facilities. The small scale (less than 100 gals/batch) of the plant has lead to the use of a batch process system rather than a continuous operating facility. It is also unclear whether or not the facility is still being used at this time.

The Jennings LA project is to determine the technical and economic feasibility of integrating a new biomass-to-ethanol production facility in Jennings LA with an existing biomass power plant, located Chester, California. If feasible, these two facilities would be operate together and become customers for each other's products. The planned facility In Chester, California is to be co-located with the wood waste burning thermal plant at their sawmill. The specifics of the hydrolysis and fermentation are yet to be determined as they are relying on the research being done in Jennings, LA to determine the feasibility of enzymatic or dilute acid hydrolysis. The sawmill in Chester shipped wood waste (forgest thinnings) to Jennings for testing and hydrolysis. So far, no information shows if the pilot tests on ethanol production using forest thinnings have been performed. A stop work order was issued by the California Energy Commission due to the lack of with regards to lack of deliverables due from Subcontractor. A critical project review meeting was held at the Commission on Dec. 20, 2001. The purpose of the meeting was to review the status of the Collins Pine project and the quality of work that had been conducted. The ultimate goal is to find a way to proceed with this project in a way that successfully accomplishes the original intention and objectives.

Gridley, CA project was initial planned to evaluate the technical and economic feasibility of a cellulase technology proved to be promising during the Gridley Phase I study using a feedstock mix consisting of 75000 bdt/yr of rice straw and 175000 bdt/yr of wood waste. By January 1999, it was concluded that the commercial readiness of cellulase enzyme and microorganisms remains a key technical issue. A decision was made by BCI to switch the cellulase technology to the two stage dilute acid hydrolysis process. It was concluded that production of fuel grade ethanol is viable after evaluation of various two-stage hydrolysis scenarios by BCI. It is unclear on current status of the BCI Gridley project.

Masada Corporation is planning the cellulosic biomass to ethanol facility in Middletown, NY. Masada uses concentrated acid hydrolysis of MSW based cellulosic biomass then conventional fermentation for the ethanol portion of its comprehensive MSW mitigation package. The facility is planning on using MSW from several local municipalities and is currently under going environmental review and permitting by the local governments. This facility is still several years away from commercial ethanol production.

In Ottawa, Canada the company IOGEN has been pursuing enzymatic hydrolysis for 25 years. The ethanol production facility in Ottawa is co-located with IOGEN1s industrial enzyme production facility. The cellulosic biomass to ethanol facility is currently under construction and is nearing completion; IOGEN is reporting 3-6 months before plant is operational. The technology in use at IOGEN1s facility is steam explosion then enzymatic hydrolysis and a mix of yeast and microbes to ferment the different sugars. Microbes that will allow for SSCF are in testing, but not currently operational. The facility is expected to process approximately 40 tons per day of cellulosic biomass.

Sunday, November 7, 2010

Krisis Energi Nasional : Tantangan atau Hambatan

Pemerintah SBY baru-baru ini berterima kasih kepada PLN sebagai operator listrik nasional atas beban listrik yang terpenuhi saat Pemilu 2009 kemarin. Namun, seiring dengan program pemerintah untuk pengadaan 10.000 MW hingga saat ini masih dalam pengembangan dan pembangunan. PLTU Cilacap, PLTU Jepara, dan lain-lain sedang dibangun dan segera dioperasikan, Adanya wacana Distributed Generation (DG) dari pihak-pihak swasta diharapkan dapat membantu pemerintah dalam penyediaan energi di Indonesia. Namun hingga saat ini khususnya di luar jawa masih menjadi pekerjaan rumah yang memusingkan. Pemerintah seharusnya mengadakan privatisasi di bidang energi dengan mengundang investor untuk menyediakan energi sekaligus mengembangkan industri di berbagai wilayah Indonesia.

Bersambung...............

Tuesday, November 2, 2010

Proses Pembentukan Low Oscilation pada Sistem Daya

Dalam Power system Low frequency oscillation muncul yang dapat mengganggu sinkronisasi pembangkitan. Berikut sedikit penjelasan tentang Low Frequency Oscillation.

Gambar 1. Contoh gambar Low Oscillation




Gambar 2 . Contoh Monotonic instability



Small Oscillation pada generator sinkron menjadi suatu masalah serius bagi para engineer yang berkecimpung di sistem tenaga listrik. Sebab utamanya adalah karena generator sinkron tersebut terhubung dengan jaringan yang panjang. Untuk diketahui bahwa jika generator sinkron terhubung dengan beban yang terlalu kecil agak lebih mudah timbul oscillation seperti gambar 1 diatas. Sedangkan, dengan beban yang berlebih akan cenderung terganggu sinkronisasinya, dan bisa berakibat lebih fatal dengan hilangnya sinkronisasi-nya yang lebih sering disebut "Monotonic atau non-oscillatory" instability seperti pada gambar 2 diatas. Kedua fenomena diatas dikenal dengan steady state stability pada generator sinkron. Small oscillation lebih disebabkan karena kurangnya Tenaga redam (damping torque), sedangkan Monotonic instability lebih dikarenakan kurangnya Tenaga sinkron ( Sinchronizing torque).

Gambar 3. Kondisi steady state


Untuk menanggulangi masalah tersebut, banyak metode yang sudah dipelajari oleh para peneliti untuk memprediksi dan meredamnya. Penambahan damper winding cukup efektif untuk mengurangi small oscillation. selain itu, efek kondensator sinkron ( Synchronous condenser) dan Pengatur tegangan (AVR) juga sedang dipelajari secara luas. Dengan ketiga hasil studi diatas, kedua permasalahan dalam stabilitas di sistem tenaga sangat terbantu, contoh sistem yang stabil adalah seperti pada gambar 3. Hal ini menyebabkan studi di steady state stability mulai berkurang tajam dan kemudian beralih ke studi tentang transient dan improvementnya.

Namun pada tahun 60-an, fenomena low frequency oscillation mulai muncul kembali di sistem tenaga. Kemudian mulailah dikenalkan penggunaan Power System Stabilizer (PSS) untuk menanggulangi masalah ini. Contoh nyata kejadian low frequency oscillation di sistem operasi tenaga listrik diantaranya adalah jaringan listrik antara Saskatchewan,Manitoba dan Ontario dan juga di USA pada tahun 1960-an.

Berikut ini klasifikasi riset yang telah dilakukan selama 30 tahun terakhir untuk menanggulangi low-frequency oscillation:
1. Studi tentang fenomena small oscillation.
2. Pengembangan teknik untuk menentukan dynamic stability pada sistem yang besar.
3. Penyederhanakan sistem.
4. Pengembangan, pendesignan dan pengujian power system stabilizers (PSS) pada sistem eksitasi.
5. Pengendalian small oscillation dengan peralatan yang lain seperti Governor, SVC atau kendali HVDC dll.

Begitulah sedikit cerita ringkas tentang asal muasal low frequency oscillation pada sistem tenaga listrik.
Namun masih ada cerita menarik tentang mengapa fenomena low frequency tersebut kembali terulang setelah sebelumnya terbantu dengan damper winding, Kondensator sinkron dan AVR?



Sumber :
M.A Pai, D.P Sen dan K.R Padiyar "Small signal analysis of Power System"

Sunday, October 31, 2010

Hemat Listrik Rumah Tangga

Ada baiknya kita semua membiasakan pola hidup hemat. Bukan hanya hemat dalam pengeluran uang saja tentunya, tapi juga hemat listrik. Dengan berhemat listrik, selain kita menekan biaya bulanan rekening listrik juga mencegah terjadinya pemadaman bergilir. Mulai sekarang marilah kita berbudaya hemat, agar di akhir bulan kepala kita tidak pusing mikirin banyak tagihan.........

Penggunaan Alat Elektronik

Banyak alat-alat kebutuhan rumah tangga maupun alat usaha membutuhkan energi listrik, misalnya mesin percetakan, mesin fotokopi,dll. Bahkan alat band untuk menyalurkan hobi juga menggunakan listrik. Nah mari kita lihat sekerang di rumah tangga.

Sepertinya di era modern ini hidup kita tak lengkap tanpa ditemani TV, radio dan media hiburan sebangsanya. Di rumah bahkan kita menggunakan trafo transformator. Tak jarang saat kita sibuk mengerjakan hal lain, TV dinyalakan tanpa ditonton. Nah, untuk lebih berhemat, sebaiknya hindari hal semacam ini, nyalakan alat-alat tersebut jika kita benar-benar ingin menonton atau mendengarnnya.

Selain itu ada baiknya kurangi juga penggunaan peralatan-peralatan elektronik yang menggunakan listrik seperti hairdraiser, VCD, game dll.

Penggunaan Peralatan Rumah Tangga

-AC

Nyalakan AC jika hari benar-benar panas dan sebaiknya jangan menyetelnya terlalu dingin – semakin dingin temperatus AC semakin tinggi daya listrik yang dibutuhkan.

-Penerangan Rumah

Pilihlah lampu sesuai dengan kebutuhan, sesuaikan jumlah titik dan daya (Watt), kalau perlu pilih lampu hemat energi dan jangan lupa mematikan lampu di malam hari atau saat pagi hari tiba.

-Lemari Es

Pastikan Anda selalu menutup pintu lemari es dengan rapat, jangan memasukan makanan dan minuman yang masih panas, letakan lemari es pada jarak 15 cm dari dinding agar proses pelepasan panas berjalan baik. Dan jangan lupa bersihkan kodensor secara teratur untuk mengurangi kerja mesin.

-Mesin Cuci

Sebaiknya tentukan untuk mencuci tiap 2 atau tiga hari sekali, gunakan mesin cuci sesuai kapasitasnya, ikuti aturan pengisian air dan untuk mengeringkan lebih baik lakukan secara alami dengan bantuan matahari.

-Seterika Listrik

Untuk lebih hemat sebaiknya seterika baju dalam jumlah banyak dalam sekali kerja. Pilih seterika otomatis, atur sesuai jenis baju yang hendak disetrika. Hilangkan kerak dibelakang seterika yang dapat menghambat masuknya arus panas listrik.

-Alat Memasak

Jika Anda menggunakan alat memasak dari listrik, biasakan memasak untuk sekali masak dan lebih baiknya jika tak perlu menggunakan penghangat untuk nasi.

Sunday, October 24, 2010

Lebih Dekat dengan SCADA System

Apa manfaat SCADA bagi Anda?SCADA bukanlah teknologi khusus, tapi lebih merupakan sebuah aplikasi. Kepanjangan SCADA adalah Supervisory Control And Data Acquisition, semua aplikasi yang mendapatkan data-data suatu sistem di lapangan dengan tujuan untuk pengontrolan sistem merupakan sebuah Aplikasi SCADA! Seperti telah dibahas pada artikel lainnya di sini.

Ada dua elemen dalam Aplikasi SCADA, yaitu:
1. Proses, sistem, mesin yang akan dipantau dan dikontrol - bisa berupa power plant, sistem pengairan, jaringan komputer, sistem lampu trafik lalu-lintas atau apa saja;
2. Sebuah jaringan peralatan ‘cerdas’ dengan antarmuka ke sistem melalui sensor dan luaran kontrol. Dengan jaringan ini, yang merupakan sistem SCADA, membolehkan Anda melakukan pemantauan dan pengontrolan komponen-
komponen sistem tersebut.

Anda dapat membangun sistem SCADA menggunakan berbagai macam teknologi maupun protokol yang berbeda-beda.

DIMANAKAH SCADA DIGUNAKAN?

Anda dapat menggunakan SCADA untuk mengatur berbagai macam peralatan. Biasanya, SCADA digunakan untuk melakukan proses industri yang kompleks secara otomatis, menggantikan tenaga manusia (bisa karena dianggap berbahaya atau tidak praktis - konsekuensi logis adalah PHK), dan biasanya merupakan proses-proses yang melibatkan faktor-faktor kontrol yang lebih banyak, faktor-faktor kontrol gerakan-cepat yang lebih banyak, dan lain sebagainya, dimana pengontrolan oleh manusia menjadi tidak nyaman lagi.
Sebagai contoh, SCADA digunakan di seluruh dunia misalnya untuk…
• Penghasil, transmisi dan distribusi listrik: SCADA digunakan untuk mendeteksi besarnya arus dan tegangan, pemantauan operasional circuit breaker, dan untuk mematikan/menghidupkan the power grid;
• Penampungan dan distribusi air: SCADA digunakan untuk pemantauan dan pengaturan laju aliran air, tinggi reservoir, tekanan pipa dan berbagai macam faktor lainnya;
• Bangunan, fasilitas dan lingkungan: Manajer fasilitas menggunakan SCADA untuk mengontrol HVAC, unit-unit pendingin, penerangan, dan sistem keamanan.
• Produksi: Sistem SCADA mengatur inventori komponen-komponen, mengatur otomasi alat atau robot, memantau proses dan kontrol kualitas.
• Transportasi KA listrik: menggunakan SCADA bisa dilakukan pemantauan dan pengontrolan distribusi listrik, otomasi sinyal trafik KA, melacak dan menemukan lokasi KA, mengontrol palang KA dan lain sebagainya.
• Lampu lalu-lintas: SCADA memantau lampu lalu-lintas, mengontrol laju trafik, dan mendeteksi sinyals-sinyal yang salah.

Dan, tentunya, masih banyak lagi aplikasi-aplikasi potensial untuk sistem SCADA. SCADA saat ini digunakan hampir di seluruh proyek-proyek industri dan infrastruktur umum.

Intinya SCADA dapat digunakan dalam aplikasi-aplikasi yang membutuhkan kemudahan dalam pemantauan sekaligus juga pengontrolan, dengan berbagai macam media antarmuka dan komunikasi yang tersedia saat ini (misalnya, Komputer, PDA, Touch Screen, TCP/IP, wireless dan lain sebagainya).

NGAPAIN JUGA PAKE SCADA?

Coba sekarang pikirkan tanggung-jawab atau tugas Anda di perusahaan, berkaitan dengan segala macam operasi dan parameter-parameter yang akhirnya mempengaruhi hasil produksi:
• Apakah peralatan Anda membutuhkan Catu Daya, suhu yang terkontrol, kelembaban lingkungan yang stabil dan tidak pernah mati?
• Apakah Anda perlu tahu - secara real time - status dari berbagai macam komponen dan peralatan dalam sebuah sistem kompleks yang besar?
• Apakah Anda perlu tahu bagaimana perubahan masukan mempengaruhi luaran?
• Peralatan apa saja yang perlu Anda kontrol - secara real time - dari jarak jauh?
• Apakah Anda perlu tahu dimanakah terjadinya kesalahan/kerusakan dalam sistem sehingga mempengaruhi proses?

PEMANTAUAN DAN PENGONTROLAN SECARA REAL-TIME MENINGKATKAN EFISIENSI DAN MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN

Tanyakan beberapa poin tersebut sebelumnya, saya yakin Anda akan bisa memperkirakan dimanakah Anda bisa mengaplikasikan SCADA. Bisa jadi Anda akan berkata lagi “Terus ngapain? So What?”. Apa yang sebenarnya ingin Anda ketahui adalah hasil secara nyata yang bagaimanakah yang bisa Anda harapkan dengan mengaplikasikan SCADA?
Berikut ini beberapa hal yang bisa Anda lakukan dengan Sistem SCADA:
• Mengakses pengukuran kuantitatif dari proses-proses yang penting, secara langsung saat itu maupun sepanjang waktu.
• Mendeteksi dan memperbaiki kesalahan secara cepat.
• Mengukur dan memantau trend sepanjang waktu.
• Menemukan dan menghilangkan kemacetan (bottleneck) dan pemborosan (inefisiensi).
• Mengontrol proses-proses yang lebih besar dan kompleks dengan staf-staf terlatih yang lebih sedikit.

Intinya, sebuah sistem SCADA memberikan Anda keleluasaan mengatur maupuan mengkonfigurasi sistem. Anda bisa menempatkan sensor dan kontrol di setiap titik kritis di dalam proses yang Anda tangani (seiring dengan teknologi SCADA yang semakin baik, Anda bisa menempatkan lebih banyak sensor di banyak tempat). Semakin banyak hal yang bisa dipantau, semakin detil operasi yang bisa Anda lihat, dan semuanya bekerja secara real-time. Tidak peduli sekompleks apapun proses yang Anda tangani, Anda bisa melihat operasi proses dalam skala besar maupun kecil, dan Anda setidaknya bisa melakukan penelusuran jika terjadi kesalahan dan sekaligus meningkatkan efisiensi. Dengan SCADA, Anda bisa melakukan banyak hal, dengan ongkos lebih murah dan, tentunya, akan meningkatkan keuntungan!

Contoh Arsitektur SCADA

Bagaimana SCADA bekerja?

Sebuah sistem SCADA memiliki 4 (empat) fungsi , yaitu:
1. Akuisisi Data,
2. Komunikasi data jaringan,
3. Peyajian data, dan
4. Kontrol (proses)

Fungsi-fungsi tersebut didukung sepenuhnya melalui 4 (empat) komponen SCADA, yaitu:
1. Sensor (baik yang analog maupun digital) dan relai kontrol yang langsung berhubungan dengan berbagai macam aktuator pada sistem yang dikontrol;
2. RTUs (Remote Telemetry Units). Merupakan unit-unit “komputer” kecil (mini), maksudnya sebuah unit yang dilengkapi dengan sistem mandiri seperti sebuah komputer, yang ditempatkan pada lokasi dan tempat-tempat tertentu di lapangan. RTU bertindak sebagai pengumpul data lokal yang mendapatkan datanya dari sensor-sensor dan mengirimkan perintah langsung ke peralatan di lapangan;
3. Unit master SCADA (Master Terminal Unit - MTU). Kalo yang ini merupakan komputer yang digunakan sebagai pengolah pusat dari sistem SCADA. Unit master ini menyediakan HMI (Human Machine Iterface) bagi pengguna, dan secara otomatis mengatur sistem sesuai dengan masukan-masukan (dari sensor) yang diterima;
4. Jaringan komunikasi, merupakan medium yang menghubungkan unit master SCADA dengan RTU-RTU di lapangan.

SISTEM SCADA PALING SEDERHANA DI DUNIA!

Sistem SCADA yang paling sederhana yang mungkin bisa dijumpai di dunia adalah sebuah rangkaian tunggal yang memberitahu Anda sebuah kejadian (event). Bayangkan sebuah pabrik yang memproduksi pernak-pernik, setiap kali produk pernak-pernik berhasil dibuat, akan mengaktifkan sebuah saklar yang terhubungkan ke lampu atau alarm untuk memberitahukan bahwa ada satu pernak-pernik yang berhasil dibuat.
Tentunya, SCADA bisa melakukan lebih dari sekedar hal sederhana tersebut. Tetapi prinsipnya sama saja, Sebuah sistem SCADA skala-penuh mampu memantau dan (sekaligus) mengontrol proses yang jauh lebih besar dan kompleks.

AKUISISI DATA

Pada kenyataannya, Anda membutuhkan pemantauan yang jauh lebih banyak dan kompleks dari sekedar sebuah mesin yang menghasilkan sebuah produk (seperti contoh sebelumnya). Anda mungkin membutuhkan pemantauan terhadap ratusan hingga ribuan sensor yang tersebar di seluruh area pabrik. Beberapa sensor digunakan untuk pengukuran terhadap masukan (misalnya, laju air ke reservoir), dan beberapa sensor digunakan untuk pengukuran terhadap luaran (tekanan, massa jenis, densitas dan lain sebagainya).

Beberapa sensor bisa melakukan pengukuran kejadian secara sederhana yang bisa dideteksi menggunakan saklar ON/OFF, masukan seperti ini disebut sebagai masukan diskrit atau masukan digital. Misalnya untuk mengetahui apakah sebuah alat sudah bekerja (ON) atau belum (OFF), konveyornya sudah jalan (ON) atau belum (OFF), mesinnya sudah mengaduk (ON) atau belum (OFF), dan lain sebagainya. Beberapa sensor yang lain bisa melakukan pengukuran secara kompleks, dimana angka atau nilai tertentu itu sangat penting, masukan seperti ini disebut masukan analog, bisa digunakan untuk mendeteksi perubahan secara kontinu pada, misalnya, tegangan, arus, densitas cairan, suhu, dan lain sebagainya.

Untuk kebanyakan nilai-nilai analog, ada batasan tertentu yang didefinisikan sebelumnya, baik batas atas maupun batas bawah. Misalnya, Anda ingin mempertahankan suhu antara 30 dan 35 derajat Celcius, jika suhu ada di bawah atau diatas batasan tersebut, maka akan memicu alarm (baik lampu dan/atau bunyi-nya). Terdapat empat alarm batas untuk sensor analog: Major Under, Minor Under, Minor Over, dan Major Over Alarm.

KOMUNIKASI DATA

Dari contoh sederhana pabrik pernak-pernik, yang dimaksud ‘jaringan’ pada kasus tersebut adalah sekedar kabel yang menghubungkan saklar dengan panel lampu. Kenyataannya, seringkali Anda ingin memantau berbagai macam parameter yang berasal dari berbagai macam sensor di lapangan (pabrik), dengan demikian Anda membutuhkan sebuah jaringan komunikasi untuk melakukannya.
Pada awalnya, SCADA melakukan komunikasi data melalui radio, modem atau jalur kabel serial khusus. Saat ini data-data SCADA dapat disalurkan melalui jaringan Ethernet atau TCP/IP. Untuk alasan keamanan, jaringan komputer untuk SCADA adalah jaringan komputer lokal (LAN - Local Area Network) tanpa harus mengekspos data-data penting di Internet.

Komunikasi SCADA diatur melalui suatu protokol, jika jaman dahulu digunakan protokol khusus yang sesuai dengan produsen SCADA-nya, sekarang sudah ada beberapa standar protokol yang ditetapkan, sehingga tidak perlu khawatir masalah kecocokan komuninkasi lagi.

Karena kebanyakan sensor dan relai kontrol hanyalah peralatan listrik yang sederhana, alat-alat tersebut tidak bisa menghasilkan atau menerjemahkan protokol komunikasi. Dengan demikian dibutuhkan RTU yang menjembatani antara sensor dan jaringan SCADA. RTU mengubah masukan-masukan sensor ke format protokol yang bersangkutan dan mengirimkan ke master SCADA, selain itu RTU juga menerima perintah dalam format protokol dan memberikan sinyal listrik yang sesuai ke relai kontrol yang bersangkutan.

Gambar Contoh Jaringan pada Sistem SCADA

PENYAJIAN DATA

Untuk kasus pabrik pernak-pernik kita, satu-satunya tampilan adalah sebuah lampu yang akan menyala saat saklar diaktifkan. Ya, tentu saja kenyataannya bisa puluhan hingga ratusan lampu, bayangkan siapa yang akan Anda minta untuk mengawasi lampu-lampu tersebut, emangnya lampu hiasan? Bukan khan?
Sistem SCADA melakukan pelaporan status berbagai macam sensor (baik analog maupun digital) melalui sebuah komputer khusus yang sudah dibuatkan HMI-nya (Human Machine INterface) atau HCI-nya (Human Computer Interface). Akses ke kontrol panel ini bisa dilakukan secara lokal maupun melalui website. Bahkan saat ini sudah tersedia panel-panel kontrol yang TouchScreen. Perhatikan contoh-contoh gambar dan penjelasan pada STUDI KASUS.

Gambar Contoh akses SCADA melalui website KONTROL

Sayangnya, dalam contoh pabrik pernak-pernik kita tidak ada elemen kontrol. Baiklah, kita tambahkan sebuah kontrol. Misalnya, sekarang operator juga memiliki tombol pada panel kontrol. Saat dia klik pada tombol tersebut, maka saklar di pabrik juga akan ON.
Okey, jika kemudian Anda tambahkan semua kontrol pabrik ke dalam sistem SCADA melalui HMI-nya, maka Anda mendapatkan sebuah kontrol melalui komputer secara penuh, bahkan menggunakan SCADA yang canggih (hampir semua produk perangkat lunak SCADA saat ini sudah canggih-canggih) bisa dilakukan otomasi kontrol atau otomasi proses, tanpa melibatkan campur tangan manusia. Tentu saja, Anda masih bisa secara manual mengontrolnya dari stasion master.

Tentunya, dengan bantuan SCADA, proses bisa lebih efisien, efektif dan meningkatkan profit perusahaan.

Bagaimana mengevaluasi Sistem dan Perangkat Keras SCADA?

Okey, sekarang persoalannya adalah petunjuk bagaimana memilih dan memilah sistem SCADA yang baik. Apalagi sistem SCADA akan Anda gunakan hingga 10 sampai 15 tahun yang akan datang, tentunya Anda harus mencari produk-produk yang terkenal reputasinya. Namun hal ini akan berdampak pada investasi yang harus dilakukan, sebuah produk dengan reputasi handal dan terkenal tentu harganya jauh lebih mahal dibandingkan produk-produk SCADA baru yang saat ini mulai banyak bermunculan.
Ada beberapa hal penting yang perlu Anda perhatikan, antara lain:
• Anda bisa menghabiskan masa depan pabrik dengan ongkos berlebih yang tidak perlu;
• Kadangkala setelah menghabiskan dana yang sangat besar, akhirnya Anda hanya mendapatkan sebuah sistem yang kurang atau bahkan tidak memenuhi apa yang diinginkan;
• Atau barangkali saat ini sistem betul-betul memenuhi kebutuhan, tetapi tidak untuk pengembangan masa depan.

Catatan singkat mengenai Sensor dan Jaringan

Sensor dan relai kontrol merupakan komponen yang penting. Tentu saja, ada beberapa sensor yang lebih baik daripada lainnya, namun tersedianya datasheet untuk sebuah sensor akan membantu Anda mengenali lebih detil dari sensor yang bersangkutan, sehingga Anda bisa memilih mana yang terbaik.
Sebuah jaringan (LAN/WAN) berbasis TCP/IP merupakan jaringan yang mudah digunakan, dan jika pabrik Anda belum semuanya memiliki jaringan, transisi ke jaringan LAN bisa jadi merupakan tujuan jangka panjang perusahaan. Namun Anda tidak perlu langsung menerapkan jaringan LAN semuanya untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan SCADA. Sistem SCADA yang baik akan mendukung jaringan lama Anda dan jaringan LAN, sehingga Anda bisa melakukan transisi secara bertahap.

Berikut saya sampaikan beberapa petunjuk (dari pengalaman dan beberapa rujukan dari online maupun offline) dalam membangun sistem SCADA terutama masalah pemilihan RTU dan MTU.

Apa yang perlu Anda perhatikan dalam memilih SCADA RTU

SCADA RTU Anda harus mampu berkomunikasi dengan segala macam peralatan yang di pabrik dan bisa bertahan terhadap berbagai macam kondisi industri (panas, dingin, tekanan dan lain sebagainya). Berikut ceklis untuk pemilihan RTU yang berkualitas:
• Kapasitas yang cukup untuk mendukung berbagai macam peralatan di pabrik (dalam cakupan SCADA yang diinginkan), tetapi tidak lebih dari yang dibutuhkan. Jangan sampai Anda membeli RTU dengan kapasitas yang berlebih sedemikian hingga akhirnya tidak akan pernah digunakan, ini adalah pemborosan.
• Konstruksi yang tahan banting dan kemampuan bertahan terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim. Sudah jelas khan? Kalo tidak tahan banting dan tidak bisa bertahan buat apa pasang RTU tersebut? Bisa jadi hasil pengukuran menjadi tidak akurat dan alat jebol.
• Catu daya yang aman dan berlimpah. Sistem SCADA seringkali harus bekerja penuh 24 jam setiap hari. Seharusnya digunakan RTU yang mendukung penggunaan daya dari baterei, idealnya, ada dua sumber catu daya (listrik dan baterei).
• Port komunikasi yang cukup. Koneksi jaringan sama pentingnya seperti catu daya. Port serial kedua atau modem internal bisa menjaga agar RTU tetap online walaupun jaringan saat itu sedang rusak atau gagal. Selain itu, RTU dengan port komunikasi beragam dapat mendukung strategi migrasi LAN.
• Memori nonvolatile (NVRAM) untuk menyimpan firmware. NVRAM dapat menyimpan data walaupun catu daya dimatikan. Firmware baru (hasil modifikasi dan lain sebagainya) dapat diunduh ke penyimpan NVRAM melalui jaringan, sehingga kemampuan RTU akan selalu up-to-date (terbaharui) tanpa harus mengunjungi lokasi RTU yang bersangkutan.
• Kontrol cerdas. Sistem SCADA yang canggih saat ini bisa melakukan kontrol dengan sendirinya sesuai dengan program atau pengaturan yang dimasukkan, terutama tanggapan terhadap berbagai macam masukan sensor-sensor. Ini jelas tidak perlu untuk semua aplikasi, namun menawarkan kemudahan operasional.
• Jam waktu-nyata (real-time clock). untuk pencetakan tanggal/waktu pada laporan secara tepat dan akurat;
• Pewaktu watchdog yang memastikan RTU bisa start-ulang setelah terjadinya kegagalan daya (power failure).

(Sumber : DuniaListrik)

Transmission Voltage & Losses

Artikel kali ini dibuat sebagai pelengkap dari artikel-artikel sebelumnya yang membahas mengenai sistem tenaga listrik. dan seperti telah kita ketahui bahwa suatu sistem tenaga listrik terdiri dari: pusat pembangkit listrik, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban. pada saat sistem tersebut beroperasi, maka pada sub-sistem transmisi akan terjadi rugi-rugi daya. Jika tegangan transmisi adalah arus bolak-balik (alternating current, AC) 3 fase, maka besarnya rugi-rugi daya tersebut adalah:

ΔPt = 3I^2R (watt)…….(1)

dimana:
I = arus jala-jala transmisi (ampere)
R = Tahanan kawat transmisi perfasa (ohm)

arus pada jala-jala suatu transmisi arus bolak-balik tiga fase adalah:

I = P/V3.Vr.Cos φ ……(2)

dimana:
P = Daya beban pada ujung penerima transmisi (watt)
Vr = Tegangan fasa ke fasa pada ujung penerima transmisi (volt)
Cos φ = Faktor daya beban
V3 disini adalah akar 3

jika persamaan (1) disubstitusi ke persamaan (2), maka rugi-rugi daya transmisi dapat ditulis sebagai berikut:

ΔPt = P^2.R/Vr^2.cos^2 φ

Terlihat bahwa rugi-rugi daya transmisi dapat dikurangi dengan beberapa cara, antara lain:
1. meninggikan tegangan transmisi
2. memperkecil tahanan konduktor
3. memperbesar faktor daya beban

Sehingga untuk mengurangi rugi-rugi daya dilakukan dengan pertimbangan:

1. Jika ingin memperkecil tahanan konduktor, maka luas penampang konduktor harus diperbesar. sedangkan luas penampang konduktor ada batasnya.

2. jika ingin memperbaiki faktor daya beban, maka perlu dipasang kapasitor kompensasi (shunt capacitor). perbaikan faktor daya yang diperoleh dengan pemasangan kapasitor pun ada batasnya.

3. rugi-rugi transmisi berbanding lurus dengan besar tahanan konduktor dan berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-rugi daya yang diperoleh karena peninggian tegangan transmisi jauh lebih efektif daripada pengurangan rugi-rugi daya dengan mengurangi nilai tahanan konduktornya.

Pertimbangan yang ketiga, yaitu dengan menaikkan tegangan transmisi adalah yang cenderung dilakukan untuk mengurangi rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Kecenderungan itupun dapat terlihat dengan semakin meningkatnya tegangan transmisi di eropa dan amerika, seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Masalah Penerapan Tegangan Tinggi Pada Transmisi

Pada penerapannya, peninggian tegangan transmisi harus dibatasi karena dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

1. Tegangan tinggi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. korona ini pun akan menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menyebabkan gangguan terhadap komunikasi radio.

2. Jika tegangan semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk akan membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan-peralatan tersebut mampu memikul tegangan tinggi yang mengalir. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

3. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), akan timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang untuk mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga
mengakibatkan kenaikan biaya investasi

4. Jika tegangan transmisi ditinggikan, maka menara transmisi harus semakin tinggi untuk menjamin keselamatan makhluk hidup disekitar trasnmisi. Peninggian menara transmisi akan mengakibatkan trasnmisi mudah disambar petir. Seperti telah kita ketahui, bahwa sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja petir pada sistem tenaga listrik, sehingga peralatan-peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang untuk mampu memikul tegangan lebih surja petir tersebut.

5. Peralatan sistem perlu dilengkapi dengan peralatan proteksi untuk menghindarkan kerusakan akibat adanya tegangan lebih surja hubung dan surja petir. Penambahan peralatan proteksi ini akan menambah biaya investasi dan perawatan.

kelima hal diatas memberi kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah biaya investasi dan perawatan, namun dapat megurangi kerugian daya. Namun jika ditotal biaya keseluruhan, maka peninggian tegangan transmisi lebih ekonomis karena member biaya total minimum, dan tegangan ini disebut tegangan optimum.

Semoga bermanfaat,

LAMONGAN MANDIRI ENERGI

Dalam dasawarsa pertumbuhan ekonomi Lamongan semakin mengalami peningkatan. Pembangunan secara riil dan nyata telah dilakukan sebagai perencanaan pembangunan telah nyata dikembangkan. Peningkatan PAD juga mengalami peningkatan yang signifikan. dan peningkatan-peningkatan dalam pembangunan tentunya selalu diiringi peningkatan kinerja, biaya serta energi.Energi yang dimaksud adalah ketersediaan energi untuk kepentingan pembangunan. Pengembangan Lamongan dengan daerah sekitar seperti Bojonegoro, TUban dan Gresik secara sinergi harus dikembangkan. Dan tentunya perkembangan ini sangat membutuhkan banyak ketersediaan energi listrik. Pengusahaan energi terbarukan tentunya harus dipikirkan oleh daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di suatu daerah. Lamongan seperti daerah di jawa timur lainnya tentunya memiliki potensial energi yang cukup besar, selain minyak yang beberapa tahun terakhir terus dieksplorasi, sinar matahari dan angin serta biogas juga terus dilakukan pengembangan-pengembangan. Dari beberapa penelitian dan data yang telah dilakukan bahwa lamongan memiliki potensi antara lain :
1. Konsumsi energi Kabupaten Lamongan pada setiap
sektor masih didominasi oleh penggunaan bahan
bakar minyak (BBM) dan listrik. Sektor rumah
tangga konsumsi listrik mencapai 40,57% dan
konsumsi BBM mencapai 47,68%, sektor transportasi
ketergantungan pada BBM masih tinggi ini dapat
dilihat bahwa penggunaan solar dan premium
mencapai 98% dan sektor industri konsumsi BBM
dan listrik juga masih mendominasi yaitu 40,67%
konsumsi BBM dan 45,59% konsumsi listrik.
2. Dari hasil peramalan dengan metode regresi linear
berganda diperoleh bahwa laju pertumbuhan rata-rata
konsumsi energi listrik dalam kurun waktu 15 tahun
sebesar 17,45 % per tahun, sedangkan dengan metode
DKL 3,01. laju pertumbuhannya rata-rata sebesar
17,44 % per tahun.
3. Peningkatan rasio elektrifikasi Tahap pertama
konsumsi energi listrik mencapai 106,468 GWh,
tahap kedua 49,43 GWh, tahap ketiga 90,36 GWh,
dan tahap keempat 144,51 GWh untuk pemenuhan
pelanggan baru. Jadi diperkirakan pada tahun 2020
rasio elektrifikasi Kabupaten Lamongan mampu
mencapai 100%.
4. Biogas memiliki potensi 97,09 MWh pertahun di
Kecamatan Mantup dan memiliki kapasitas sebesar
11,08 kW. Energi angin 22,37 MWh/tahun dengan
kapasitas sebesar 2,55 kW di wilayah pantai utara
Kabupaten Lamongan. Energi gelombang laut 703,65
MWh pertahun dengan kapasitas 80,32 kW. Energisurya 177,75 GWh dan memiliki kapasitas 20,29
MW. Biodiesel 1.204.721,6 liter pertahun dan
bioethanol 37.717.515,6 liter pertahun. Energi air
memiliki kapasitas sebesar 34,61 MW di Sungai
Bengawan Solo Kecamatan Babat.
5. Harga jual energi terbarukan dengan pertimbangan
daya beli masyarakat dan sharing pendanaan : Biogas
rata-rata Rp. 342 /kWh, Energi angin rata-rata Rp.
332 /kWh. Energi gelombang laut rata-rata Rp. 454
/kWh dengan i=6% dan 9%. Energi surya Rp. 500
/kWh pendanaan 80:20. Energi air rata-rata Rp. 288
/kWh. Daya beli energi listrik Rp. 511,8 /kWh.

Semoga Lamongan ke depan menjadi sebuah daerah yang mandiri energi.
Salam . Zafir

Materi Kuliah PTT

Pada semester ini, akan dilaksanakan kuliah Peralatan Tegangan Tinggi. Untuk membantu proses perkuliahan agar bisa berjalan dengan lancar, kepada Mahasiswa diberikan kisi-kisi materi yang akan dipelajari dalam satu semester.

Bentuk perkuliahan berupa ceramah, presentasi, diskusi dan simulasi. Sistem penilaian meliputi Tugas-tugas, ujian tengah semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).

Adapun materi kuliah Peralatan Tegangan Tinggi yang akan dipelajari dalam satu semester ini meliputi :

1. Pendahuluan

2. Pemutus Tenaga, PMT ( Circuit Breaker )

3. Saklar Pemisah, PMS ( Disconecting Switch )

4. Isolator

5. Pelindung Tegangan Lebih ( Surge Diverter, Lightning Arrester )

6. Trafo Tegangan & Trafo Arus

7. Kapasitor Tegangan Tinggi.

Buku referensi yang digunakan diantaranya :

1. Bonggas L. Tobing, Peralatan Tegangan Tinggi.

2. T.S. Hutauruk, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja.

3. B.R. Gupta, Modern Power System Analysis.

4. Turan Gonen, Modern Power System Analysis.

5. dan sumber-sumber referensi yang lain berupa makalah dari jurnal, majalah dan prosiding.

Semoga bermanfaat.

Sunday, October 17, 2010

KAHMI Lamongan: Inspirasi Perubahan ?


Sejak terbentuk satu tahun lalu tepatnya bulan 23 Nopember 2009, gerbong KAHMI Lamongan mulai merapatkan barisan untuk berkiprah dalam pembangunan Lamongan, selama ini kader-kader KAHMI telah banyak berjuang di bidang pekerjaannya masing-masing dan telah membawa banyak prestasi, mereka tidak menamakan atau mengatasnamakan KAHMI namun bergerak sesuai dengan kepercayaan diri sendiri karena mereka memang mampu dan ahli di bidangnya. Bidang-bidang garapan mereka ada yang di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, birokrasi dan sebagainya.
Persoalannya, dengan membawa nama besar apakah peran lokomotif mereka akan terhenti, tentunya tidak mereka sebenarnya sudah berprestasi tanpa adanya KAHMI, namun peran KAHMI secara organisasi tentunya harus berdasarkan program-program yang digulirkan KAHMI Lamongan. Dalam Rakerda tanggal 14 Oktober 2010 kemarin memang misi KAHMI sebagai mitra strategis pemerintah Lamongan yang memiliki pekerjaan yang tidak ringan dalam mengembang amanat rakyat hingga 2015. Dalam kesempatan ini, KAHMI tetap berposisi netral dan independen, dari birokrasi mengharapkan peran KAHMI terus mengawal perubahan baik diminta atau tidak oleh Pemda. Hal ini yang harus terus dipegang dan dijalankan KAHMI. Semoga KAHMI Lamongan benar-benar membawa perubahan dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk bangsa ini.

Tuesday, October 12, 2010

Halal Bi Halal & Rakerda MD Kahmi Lamongan

Kepada Kakanda,Yunda Alumni HMI Se-Kabupaten Lamongan diharap kehadirannya besok pada :
Hari : Kamis, 14 Oktober 2010 di Gedung KPRI Handayani DIknas Lamongan Jam 08.00 WIB dalam Acara HALAL BI HALAL & RAKERDA KAHMI LAMONGAN I .
Acara tersebut insya allah akan dihadiri oleh BUPATI LAMONGAN Bpk. FADELI,MM dan Juga Perwakilan Presidium KAHMI Pusat Bpk.VIVA YOGA MAULADI

Tuesday, October 5, 2010

Kelistrikan Indonesia Masalah & Solusi

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk, kebutuhan akan energi listrik di Indonesia meningkat dengan pesat. Karena kesalahan perencanaan di masa lalu, kebutuhan energi listrik meningkat jauh lebih pesat dibanding yang bisa disediakan oleh PT. PLN. Akibatnya, terjadi pemadaman bergilir dimana-mana. Padahal hampir setengah daerah di Indonesia belum mendapatkan kesempatan mendapatkan listrik.

Problem kedua yang dihadapi oleh PT. PLN adalah subsidi yang terus membengkak. Selisih antara harga produksi dan harga jual energi listrik adalah penyebab utama. Harga produksi membengkak karena sebagian besar energi listrik dibangkitkan dengan BBM yang mahal serta tidak efisiennya sistem pembangkit, transmisi, dan distribusi. Rendahnya harga jual juga menyebabkan dorongan untuk melakukan penghematan menjadi sangat rendah di kalangan konsumen. Di sisi lain, banyak konsumen yang tidak layak mendapatkan subsidi atau mampu membayar lebih mahal jika kwalitas listrik yang didapat bisa dijamin.

Problem ketiga yang penting dan unik di Indonesia adalah kondisi geografis negara kita yang terdiri atas banyak pulau dan terletak di dekat katulistiwa. Kondisi banyak pulau merupakan kondisi unik yang tidak bisa dibandingkan dengan negara lain sehingga agak susah melakukan benchmark apakah sistem kita sudah efisien atau belum. Kondisi negara yang terletak di katulistiwa juga membawa konsekuensi tersendiri. Di pulau Jawa dan Sumatra misalnya, semua orang bangun dan tidur pada waktu yang sama, semua melakukan aktivitas pada jam yang sama. Semua merasakan temperatur yang hampir sama. Akibatnya, beban puncak di seluruh bagian pulau Jawa dan Sumatra terjadi pada waktu yang sama. Artinya, keuntungan sistem interkoneksi yang diharapkan bisa mengurangi beban puncak menjadi tidak ada. Kondisi ini berbeda dengan Eropa dan Amerika yang temperaturnya berbeda dari bagian satu ke bagian yang lain dan mempunyai beda waktu yang cukup signifikan. Dengan kata lain, pola perencanaan yang berjalan baik di Amerika dan Eropa tidak bisa kita terapkan di Indonesia.

Kompleksitas permasalahan kelistrikan nasional menyebabkan suatu solusi yang menyeluruh susah untuk didapat. Akan tetapi ini tidak berarti solusinya tidak ada, solusinya ada dan pasti bisa jika memang ada keinginan untuk memecahkannya. Ada beberapa isu penting yang harus diingat dalam memilih solusi:

1. Menghemat 1 MW energi listrik jauh lebih mudah dan murah dibanding membangkitkannya.
2. Setiap daerah diusahakan mandiri dalam pengadaan energi. Jika setiap daerah mandiri maka negaranya juga akan mandiri.
3. Sebagai suatu produk, energi listrik harus dihargai berdasarkan kwantitas dan kwalitas, bukan hanya kwantitas seperti saat ini.
4. Kompetisi mendorong adanya penghematan dan efisiensi.

Penghematan

Masalah khas dari ketenagalistrikan adalah tidak adanya penyimpan energi listrik yang andal dan efisien. Akibatnya, energi listrik harus dibangkitkan pada saat diperlukan. Semua pembangkit, saluran transmisi, dan saluran distribusi harus dibangun dengan kapasitas sama dengan beban maksimum sistem ditambah dengan suatu margin aman tertentu. Padahal, beban maksimum mungkin hanya terjadi selama beberapa jam setiap harinya. Akibatnya, lebih dari setengah pembangkit dan saluran transmisi yang dibangun dengan biaya sangat mahal harus menganggur setiap harinya.

Jika kita mempunyai bahan bakar 100 unit, bahan bakar ini harus diolah di pembangkit menjadi energi listrik. Dalam konversi dari bahan bakar menjadi energi listrik, ternyata hampir 70 unit terbuang percuma. Rendahnya efisiensi pembangkit inilah yang mendorong banyaknya penelitian di bidang pembangkitan. Energi listrik yang tersisa 30 unit ini, selanjutnya harus ditransmisikan dan didistribusikan menuju konsumen. Dalam perjalanan menuju konsumen, sekitar 10 unit terbuang percuma di saluran. Artinya, konsumen hanya akan menerima 20 unit energi listrik. Oleh konsumen, energi listrik harus diubah lagi menjadi bentuk energi sesuai dengan kebutuhan, baik energi mekanik (motor penggerak), penerangan, maupun energi kimia. Dalam proses ini, sekitar setengah energi akan hilang percuma. Artinya, kita memerlukan 100 unit bahan bakar untuk menghasilkan energi akhir 10 unit (10 kali lipat). Nah dari pada kita membangun pembangkit dan saluran yang mahal, mengapa kita tidak melakukan penghematan. Jika konsumen menghemat 1 unit energi, dia akan menghemat 10 unit energi secara keseluruhan. Dengan penghematan ini, negara tidak perlu membangun pembangkit dan saluran transmisi baru. Pembangkit yang ada bisa dipakai untuk melayani konsumen lain yang masih antri untuk mendapatkan layanan listrik.

Sayangnya, negara kita kurang berpihak pada isu penghematan. Harga listrik yang murah karena subsidi menyebabkan konsumen merasa tidak perlu berhemat. Tidak ada insentif bagi konsumen yang melakukan penghematan dan tidak ada insentif untuk produsen yang menjual peralatan hemat energi. Seharusnya ada regulasi yang mendorong konsumen untuk melakukan penghematan dan yang memaksa hanya peralatan yang hemat energi yang bisa dijual di negara ini. Pemerintah pusat dan daerah serta bumn harus bisa menjadi contoh dalam gerakan hemat energi ini. Perlu diingat bahwa hemat energi tidak identik dengan bekerja dalam kegelapan dan tidak nyaman. Penghematan tidak boleh mengurangi produktivitas dan kenyamanan. Pada banyak kasus, penghematan bisa dilakukan tanpa biaya. Jika penghematan dilakukan, penulis yakin bahwa negara ini tidak perlu membangun pembangkit dan saluran transmisi baru sebanyak yang direncanakan saat ini. Pembangunan 2×10000 MW pembangkit batubara tidak akan menyelesaikan masalah tetapi malah menimbulkan masalah baru karena isu kemadirian, isu sarana pendukung, isu lingkungan, dan isu pembiayaan. Jika kita bisa menghemat, mengapa harus membangkitkan?

Mandiri Energi Listrik

Pada saat ini, pemerintah berusaha membangun banyak pembangkit listrik tenaga batu bara yang katanya jauh lebih murah dibanding pembangkit lain. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua daerah mempunyai batu bara. Artinya, batu bara harus didatangkan dari daerah lain atau bahkan dari negara lain. Dari kondisi ini saja, kita telah membuat beberapa daerah tidak bisa mandiri energinya. Penggunaan batu bara juga membawa isu lingkungan tersendiri.

Di pulau Jawa sekalipun, pembangkitnya sebagian besar menggunakan batu bara. Batu bara harus didatangkan dari Sumatra atau Kalimantan. Artinya, kebutuhan energi di pulau Jawa sangat tergantung pada daerah lain. Selain itu, tidak ada perencanaan yang matang dari lokasi penempatan pembangkit. Saat ini, hampir semua pembangkit besar ada di Jawa Timur dan Barat yang jauh dari lokasi konsumen. Setiap hari sebagian besar kebutuhan listrik penduduk Jakarta harus didatangkan dari Paiton yang jaraknya hampir 1000 km. Karena lokasinya yang jauh, keandalan pasokan energi penduduk Jakarta sangat tergantung pada keandalan pembangkit besar seperti Paiton dan Suralaya dan juga pada keandalan saluran transmisi. Makanya tidak heran jika sering sekali Jakarta mengalami pemadaman karena kegagalan saluran transmisi. Seandainya kebutuhan energi listrik penduduk Jakarta dipasok dari pembangkit yang lokasinya di Jakarta, berapa saluran transmisi yang bisa dihemat? Setinggi apapun keandalan pembangkit tidak akan ada artinya jika salurannya tidak andal. Akan tetapi, saluran transmisi yang andal tidak mudah dan tidak murah mendapatkannya. Mengapa tidak membangun sistem kelistrikan yang tidak banyak bergantung pada saluran transmisi?

Mestinya, setiap daerah di rancang untuk mandiri energi. Setiap daerah harus mempunyai pembangkit yang mampu memenuhi daerahnya. Pasokan dari daerah lain melalui saluran transmisi hanya digunakan sebagai backup atau cadangan. Sumber energi yang digunakan harus bisa didapat di daerah tersebut, bukan mendatangkan dari daerah lain. Jika pulau Jawa terdapat banyak panas bumi, potensi ini harus dipilih sebelum memilih batu bara. Perlu dicatat bahwa Indonesia mempunyai potensi panas bumi yang sangat besar. Walaupun pada saat ini panas bumi lebih mahal dari batu bara, penulis yakin bahwa pembangkit ini akan lebih murah di masa yang akan datang. Dengan memanfaatkan panas bumi, kita tidak perlu membangun pelabuhan batu bara dan sistem transportasi yang mahal. Selain itu, penggunaan panas bumi akan mengurangi emisi CO2 yang terbukti membahayakan lingkungan. Panas bumi juga harus segera dimanfaatkan karena tidak bisa disimpan dan tidak bisa dieksport.

Di daerah yang tidak mempunyai panas bumi, sumber energi lain seperti halnya tenaga air, matahari, angin, dan biofuel harus dimanfaatkan. Walaupun sering lebih mahal, penggunaan sumber energi lokal menyebabkan berkurangnya aliran devisa ke daerah atau negara lain. Sumber energi dari daerah lain harus hanya bersifat suplemen atau cadangan.

Kwalitas dan Regional Pricing

Pada saat ini, energi listrik hanya dihargai berdasarkan kwantitas, hanya berdasarkan pada berapa jumlah energi kWh yang dikonsumsi. Kwalitas dari energi listrik yang didapat tidak dimasukkan dalam perhitungan tarif. Harga atau tarif listrik di semua daerah di Indonesia juga dihargai sama. Tidak peduli seberapa susah dan mahal PT. PLN membangkitkan energi listrik, semuanya dihargai sama. Tidak peduli apakah sering mati atau naik-turun tegangannya, semua dihargai sama. Padahal, biaya produksi energi listrik di setiap daerah berbeda. Biaya yang diperlukan untuk menjaga kwalitas energi listrik juga berbeda. Selain itu, banyak konsumen yang bersedia membayar lebih jika kwalitasnya membaik. Banyak konsumen terpaksa mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaiki kwalitas energi listriknya. Kondisi ini juga menyebabkan ketidak-adilan dan kecemburuan. Kalimantan yang banyak mempunyai batubara, kelistrikannya jauh lebih buruk dan tidak berkwalitas di banding Jakarta. Padahal rakyat Kalimantan yang harus menanggung hancurnya lingkungan akibat penambangan batubara. Jika mau adil, mestinya listrik di Jakarta jauh lebih mahal dibanding Kalimantan karena kwalitasnya jauh lebih baik dan biaya produksinya lebih mahal. Jika regional pricing diterapkan, pemerintah bisa menggunakan listrik sebagai sarana untuk mengendalikan urbanisasi.

Kwalitas harus mulai diperhitungkan dalam penentuan tarif. Dengan menjaga kwalitas, kita bisa menjual energi listrik dengan harga nonsubsidi. Karena konsumen yang memerlukan kwalitas tinggi mulai banyak, penjualan energi listrik nonsubsidi bisa mengurangi beban subsidi listrik yang terus membengkak. Perlu dicatat bahwa menaikkan kwalitas tidak identik dengan menaikkan biaya produksi. Kwalitas pelayanan yang baik identik dengan kerja yang efisien, berkwalitas, dan disiplin. Kerja yang efisien dan disiplin identik dengan biaya yang murah, bukan sebaliknya. Perubahan paradigma ini memang tidak mudah tetapi harus dimulai.

Regional pricing mendorong timbulnya rasa keadilan. Setiap daerah memang mempunyai biaya produksi yang berbeda dan mempunyai kwalitas pelayanan yang beberbeda. Daerah yang memerlukan pelayanan dengan kwalitas tinggi harus membayar lebih dari daerah lain yang kwalitasnya kurang baik. Regional pricing juga bisa dipakai untuk mengatasi masalah urbanisasi dan mengendalikan pertumbuhan sesuai rencana. Daerah yang ingin dikembangkan bisa diberi insentif dengan listrik murah. Daerah yang ingin dikurangi kepadatannya bisa diberi listrik yang mahal.

Kompetisi

Pada saat ini, hanya PT. PLN yang boleh menjual energi listrik ke konsumen. Monopoli ini membuat tidak adanya insentif bagi PLN untuk melakukan efisiensi dan bekerja secara profesional. Rakyat tidak mempunyai pilihan lain. Apapun kwalitasnya, berapapun harganya, rakyat harus terima.

Jika kompetisi dibuka, konsumen bisa mempunyai pilihan. Jika ada perusahaan lain yang mampu memproduksi listrik dengan biaya dan kwalitas yang lebih baik, mengapa tidak? Konsumen pasti mau membayar lebih jika memang kwalitasnya lebih baik. Seperti halnya Pertamax, mengapa konsumen tetap membeli walaupun harganya lebih mahal dari premium? Kompetisi ini terutama diperlukan di tingkat retail. Jika ada perusahaan yang mampu menyediakan energi listrik di tingkat retail dengan kwalitas yang lebih baik, mengapa tidak boleh? Jika terbukti bisa mengurangi subsidi, mengapa tidak?

Isu kompetisi di tingkat retail ini sejalan dengan kemandirian energi dan regional pricing. Pembangkit-pembangkit kecil lokal akan mengurangi kebutuhan beban puncak sehingga mengurangi biaya saluran transmisi. Pemain lokal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di tempat-tempat yang mana PT. PLN tidak mampu memenuhinya. Pemain lokal semacam ini hanya akan tumbuh jika sistem regional pricing dijalankan dan kwalitas dimasukkan dalam aspek tarif. Adanya pemain lokal juga meningkatkan kemandirian energi suatu daerah.

Isu kompetisi pasti banyak ditentang terutama oleh PT. PLN. Akan tetapi ini wajar karena sistem yang sudah established pasti menolak perubahan yang mengganggu status quo. Ini juga sudah terbukti pada awal deregulasi sistem telekomunikasi, penerbangan, dan penyiaran. Walaupun awalnya banyak yang mengkhawatirkan, deregulasi terbukti bisa menurunkan harga dan menaikkan efisiensi. Setiap perubahan pasti mendapatkan tantangan. Akan tetapi kita harus maju terus dan memperjuangkannya jika kita yakin itu benar dan bermanfaat untuk negara ini. Undang-undang kelistrikan sekarang yang melarang kompetisi harus segera diperbaiki.

Electrical Vehicle & Renewable energy

Protokol Kyoto tahun 1997 tentang emisi CO2 menghasilkan tindakan nyata mulai gencarnya wacana untuk memanfaatkan energi terbarukan, pertemuan Copenhagen yang sekarang ini sedang berlangsung diharapkan juga akan menghasilkan kontribusi nyata seperti halnya Protokol Kyoto 12 tahun lalu. Komitmen negara-negara maju terhadap Protokol Kyoto salah satunya adalah komitmen pemakaian sumber-sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Uni Eropa menargetkan 20% energi terbarukan pada tahun 2020, Denmark sekarang menggunakan 21% energi terbarukan dan menargetkan 30% pada 2020. Portugal dan Jerman masing-masing 12% dan 6% porsi energi terbarukannya sekarang ini. Negara-negara lain tentu juga punya rencana semacam ini.

Masalah yang dihadapi

Hal yang sangat krusial pada pemanfaatan energi terbarukan adalah sifatnya yang “kadang-kadang” (intermitten). Hal ini memang dapat diatasi dengan pemakaian penyimpan energi yang cukup untuk menutup kekurangan daya ketika suplai dari sumber terbarukan menurun. Pada tingkat teknologi penyimpan energi sekarang ini, harga yang ditawarkan memang masih cukup mahal menurut saya. Hal ini yang saya rasa cukup menghambat aplikasi energi terbarukan, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Tabel berikut menunjukkan estimasi harga penyimpan energi per satuan energi untuk tahun 2009 ini, saya ambil dari EPRI (klik untuk lebih jelas).

Mobil listrik untuk penyimpan energi

Salah satu pilihan untuk menyiasati harga penyimpan energi untuk energi terbarukan yang cukup mahal adalah memanfaatkan mobil listrik sebagai salah satu penyimpan energi yang harus diperhitungkan. Terlepas dari masalah harga dan pangsa pasar yang masih sangat kecil (sekitar 2-3% dari total pangsa pasar mobil baru), mobil listrik menawarkan keunggulan berupa ramah lingkungan dan juga efisiensi pemanfaatan energi yang lebih unggul daripada mobil konvensional (dari sumber pembangkit listrik hingga roda, efisiensi total sekitar 69%). Mobil listrik yang sekarang ini sudah sampai taraf produksi adalah tipe Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), jenis ini bisa dikatakan sebagai tipe pertengahan dari Hybrid Electric Vehicle (HEV) dan Battery Electric Vehicle (BEV). PHEV merupakan mobil listrik yang menggunakan konsep hibrida, artinya masih ada mesin bakar konvensional (misal untuk keperluan jarak jauh, atau tidak tersedia energi listrik) disamping mesin listrik (untuk pemakaian sehari-hari dalam kota) dan juga memiliki baterai sebagai cadangan energi untuk mesin listriknya. Baterai inilah yang bisa dieksploitasi pemanfaatannya untuk mendukung sistem energi terbarukan.

Hal yang mendukung bisa terwujudnya ide ini adalah pola kehidupan, terutama di perkotaan, yang cenderung memanfaatkan mobil untuk sarana berangkat/pulang dari pekerjaan. Dengan kata lain masih banyak waktu stand-by daripada waktu aktif dari mobil listrik PHEV. Pada kondisi stand-by dan tersambung ke jaringan inilah pengatur jaringan bisa memanfaatkan baterai yang ada pada PHEV baik untuk menyimpan ketika energi berlebih atau mengambil energi ketika kekurangan. Tentu saja regulasi baru harus diterapkan karena ini menyangkut aspek bisnis jual-beli antara konsumen dengan produsen (tentu saja sebaliknya juga). Disamping itu, faktor lain yang harus dicermati adalah pola pemakaian dari si pemilik kendaraan listrik. Sangat tidak nyaman apabila kita bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis energi yang tersimpan pada mobil elektrik kita namun ternyata tepat ketika kita akan menggunakan mobil untuk pulang ternyata baterai dalam kondisi kosong. Disini diperlukan suatu sistem pengatur cerdas di dalam mobil untuk mengatur dan mengambil keputusan tentang energi yang dia miliki.

Kita lihat 2 mobil PHEV yang sudah paling dekat dengan kita, Toyota PRIUS (sudah rilis sejak 2001 dan 2010 ini sudah PRIUS V) dan Chevrolet VOLT (generasi pertama diharapkan rilis November 2010). Prius menggunakan baterai Ni-MH dengan daya rata-rata 27 kW, sedangkan Volt menggunakan baterai Li-Ion dengan daya rata-ratanya 45 kW. Potensi energi yang cukup besar menurut saya. Sekedar informasi, Portugal sudah memasukkan ini sebagai salah satu upaya untuk mencapai komitmen 2020 mereka, ditargetkan pada tahun 2017 populasi mobil listrik di Portugal dapat mencapai 1 juta unit, bisa dibayangkan berapa besar kapasitas penyimpan energi yang tersedia dari 1 juta baterai Prius (atau Volt, atau mungkin Portugal punya program mobnas sendiri). Peran regulator kebijakan disini akan menentukan apakah ada upaya sehingga pemakaian mobil listrik dapat meningkat sehingga mendukung pemakaian energi terbarukan, mengingat harga mobil elektrik sekarang ini masih sekelas dengan mobil-mobil mewah. Mungkin akan lain kondisinya apabila ada Avanza/Xenia tipe PHEV, saya akan sangat berminat sekali….

referensi.

1. Stephen Eaves, A cost comparison of fuel-cell and battery electric vehicle.
2. Dan Rastler, Overview of electric energy storage options for the electric enterprise, EPRI.
3. Shengnan Shao, Manisa Pipattanasomporn, Saiful Rahman, Challenges to PHEV penetration to the residential distribution network, Advanced Research Institute Virginia Tech.
4. -, Hybrid and electric vehicle: implementing agreement, International Energy Agency.
5. -, Spesifikasi teknis, Chevrolet Volt & Toyota Prius

Selayang Pandang Mikrohidro

Generator Listrik Untuk Sistem PLTB/Mikrohidro

(Zainal Abidin)

Akhir-akhir ini di Indonesia, lagi booming tentang pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan untuk memenuhi ketersediaan listrik di daerah yang belum terkoneksi dengan jala-jala listrik. Pemanfaatkan potensi energi terbarukan, seperti angin dan air yang dimiliki suatu daerah menjadi salah satu pilihan yang paling sering di aplikasikan.

Permasalahan pertama yang timbul dari pembangunan pembangkit listrik ini adalah penentuan generator yang akan digunakan. Generator serempak (synchronous generator), generator tak-serempak(asynchronous generator), rotor sangkar maupun rotor belitan ataupun generator magnet permanen yang juga sedang berkembang sebagai solusi untuk pembangkitan listrik pada putaran turbin yang rendah tanpa harus menggunakan gear box.

Penggunaan generator serempak memudahkan kita untuk mengatur tegangan dan frekuensi keluaran generator dengan cara mengatur2 arus medan dari generator. Sayangnya penggunaan generator serempak jarang di-aplikasikan karena biayanya yang mahal, membutuhkan arus penguat dan membutuhkan sistem kontrol yang rumit.

Generator tak-serempak sering digunakan untuk sistem turbin angin dan sistem mikrohidro, baik untuk sistem fixed-speed maupun sistem variable speed.

Keuntungan dari sistem fixed-speed menggunakan generator tak-serempak adalah murah, sistemnya sederhana dan kokoh (robast). Sistem ini beroperasi pada kecepatan yang konstan, sehingga turbin hanya memperoleh daya maksimum pada satu nilai kecepatan angin. Sistem ini cocok untuk diterapkan pada mikrohidro yang kecepatan aliran airnya bisa diatur secara mekanik. Kelemahan dari sistem ini adalah generator memerlukan daya reaktif untuk bisa menghasilkan listrik sehingga harus dipasang kapasitor bank atau dihubungkan dengan grid. Sistem ini rentan terhadap pulsating power menuju grid dan rentan terhadap perubahan mekanis secara tiba-tiba.
§

Ada beberapa macam sistem varibel speed yang umum digunakan.

sistem-fixed-speed

sistem-variable-speed

sistem-variable-speed-ii


sistem-variable-speed-iii

sistem-variable-speed-iv

direct-drive-generator-permanen-magnet



Pada sistem variable speed pertama, menggunakan generator induksi rotor belitan. Karakteristik kerja generator induksi diatur dengan mengubah-ubah nilai resistansi rotor, sehingga torsi maksimum selalu didapatkan pada kecepatan putar turbin berapa pun. Sistem ini lebih aman terhadap perubahan beban mekanis secara tiba-tiba, terjadi reduksi pulsating power menuju grid dan memungkinkan memperoleh daya maksimum pada beberapa kecepatan angin yang berbeda. Sayangnya jangkauan kecepatan yang bisa dikendalikan masih terbatas.

Pada sistem variable speed yang kedua menggunakan rangkaian elektronika daya untuk mengatur nilai resistansi rotor. Sistem ini memungkinkan memperbaiki jangkauan kecepatan yang bisa dikendalikan sistem pertama.

Rangkaian elektronika daya yang digunakan adalah penyearah (rectifier) dan konverter dc-ac (inverter). Dengan rangkaian ini memungkinkan untuk mengatur daya reaktif yang diperlukan generator agar menghasilkan torka maksimum pada kecepatan angin yang berubah-ubah.

Monday, October 4, 2010

Mengenal Faktor Daya (Power Factor)

Istilah faktor daya atau power factor (PF) atau cos phi merupakan istilah yang sering sekali dipakai di bidang-bidang yang berkaitan dengan pembangkitan dan penyaluran energi listrik. Faktor daya merupakan istilah penting, tidak hanya bagi penyedia layanan listrik, namun juga bagi konsumen listrik terutama konsumen level industri. Penyedia layanan listrik selalu berusaha untuk menghimbau konsumennya agar berkontribusi supaya faktor daya menjadi lebih baik, pun para konsumen industri juga berusaha untuk mendapatkan faktor daya yang baik agar tidak sia-sia bayar mahal kepada penyedia layanan. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan faktor daya? Tulisan ini akan membahas secara ringkas tentang faktor daya.

Faktor daya

Pada pembahasan kali ini, asumsi yang digunakan adalah sistem listrik menggunakan sumber tegangan berbentuk sinusoidal murni dan beban linier. Beban linier adalah beban yang menghasilkan bentuk arus sama dengan bentuk tegangan. Pada kasus sumber tegangan berbentuk sinusoidal murni, beban linier mengakibatkan arus yang mengalir pada jaringan juga berbentuk sinusoidal murni. Beban linier dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, beban resistif, dicirikan dengan arus yang sefasa dengan tegangan; beban induktif, dicirikan dengan arus yang tertinggal terhadap tegangan sebesar 90^0; beban kapasitif, dicirikan dengan arus yang mendahului terhadap tegangan sebesar 90^0, dan beban yang merupakan kombinasi dari tiga jenis tersebut, dicirikan dengan arus yang tertinggal/mendahului tegangan sebesar sudut, katakan, \phi. Gambar 1 menunjukkan tegangan dan arus pada berbagai beban linier.

Gambar 1. Tegangan, arus, daya, pada berbagai jenis beban linier.

Seperti kita tahu, pada listrik, daya bisa diperoleh dari perkalian antara tegangan dan arus yang mengalir. Pada kasus sistem AC dimana tegangan dan arus berbentuk sinusoidal, perkalian antara keduanya akan menghasilkan daya tampak (apparent power), satuan volt-ampere (VA)) yang memiliki dua buah bagian. Bagian pertama adalah daya yang termanfaatkan oleh konsumen, bisa menjadi gerakan pada motor, bisa menjadi panas pada elemen pemanas, dsb; daya yang termanfaatkan ini sering disebut sebagai daya aktif (real power) memiliki satuan watt (W) yang mengalir dari sisi sumber ke sisi beban bernilai rata-rata tidak nol. Bagian kedua adalah daya yang tidak termanfaatkan oleh konsumen, namun hanya ada di jaringan, daya ini sering disebut dengan daya reaktif (reactive power) memiliki satuan volt-ampere-reactive (VAR) bernilai rata-rata nol. Untuk pembahasan ini, arah aliran daya reaktif tidak didiskusikan saat ini. Beban bersifat resistif hanya mengonsumsi daya aktif; beban bersifat induktif hanya mengonsumsi daya reaktif; dan beban bersifat kapasitif hanya memberikan daya reaktif.

Untuk memahami istilah “daya termanfaatkan” dan “daya tidak termanfaatkan”, analogi ditunjukkan pada Gambar 2. Pada analogi tersebut, orang menarik kereta ke arah kiri dengan memberikan gaya yang memiliki sudut terhadap bidang datar, dengan asumsi kereta hanya bisa bergerak ke arah kiri saja tetapi tidak bisa ke arah selainnya. Gaya yang diberikan dapat dipecah menjadi dua bagian gaya yang saling tegak lurus, karena kereta berjalan ke kiri maka gaya yang “bermanfaat” pada kasus ini hanyalah bagian gaya yang mendatar sedangkan bagian gaya yang tegak lurus “tidak bermanfaat”. Dengan kata lain, tidak semua gaya yang diberikan oleh si orang terpakai untuk menggerakkan kereta ke arah kiri, ada sebagian gaya yang diberikannya namun tidak bermanfaat (untuk menggerakkan ke arah kiri). Apabila dia menurunkan tangannya hingga tali mendatar maka semua gaya yang dia berikan akan termanfaatkan untuk menggerakan kereta ke arah kiri.

Gambar 2. Analogi: Usaha untuk menggerakkan kereta ke arah kiri.

Sama halnya dengan listrik, bergantung pada kondisi jaringan, daya tampak yang diberikan oleh sumber tidak semuanya bisa dimanfaatkan oleh konsumen sebagai daya aktif, dengan kata lain terdapat porsi daya reaktif yang merupakan bagian yang tidak memberikan manfaat langsung bagi konsumen. Rasio besarnya daya aktif yang bisa kita manfaatkan terhadap daya tampak yang dihasilkan sumber inilah yang disebut sebagai faktor daya. Ilustrasi segitiga daya pada Gambar 3 memberikan gambaran yang lebih jelas. Daya tampak (S) terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). Antara S dan P dipisahkan oleh sudut \phi, yang merupakan sudut yang sama dengan sudut \phi antara tegangan dan arus yang telah disebutkan di awal. Rasio antara P dengan S tidak lain adalah nilai cosinus dari sudut \phi. Apabila kita berusaha untuk membuat sudut \phi semakin kecil maka S akan semakin mendekat ke P artinya besarnya P akan mendekati besarnya S. Pada kasus ekstrim dimana \phi = 0^0, cos \phi=1, S=P artinya semua daya tampak yang diberikan sumber dapat kita manfaatkan sebagai daya aktif, sebaliknya \phi = 90^0, cos \phi=0 S=Q artinya semua daya tampak yang diberikan sumber tidak dapat kita manfaatkan dan menjadi daya reaktif di jaringan saja.

Faktor daya = cos \phi = \frac{P (W)}{S (VA)}

Gambar 3. Segitiga daya

Faktor daya bisa dikatakan sebagai besaran yang menunjukkan seberapa efisien jaringan yang kita miliki dalam menyalurkan daya yang bisa kita manfaatkan. Faktor daya dibatasi dari 0 hingga 1, semakin tinggi faktor daya (mendekati 1) artinya semakin banyak daya tampak yang diberikan sumber bisa kita manfaatkan, sebaliknya semakin rendah faktor daya (mendekati 0) maka semakin sedikit daya yang bisa kita manfaatkan dari sejumlah daya tampak yang sama. Di sisi lain, faktor daya juga menunjukkan “besar pemanfaatan” dari peralatan listrik di jaringan terhadap investasi yang dibayarkan. Seperti kita tahu, semua peralatan listrik memiliki kapasitas maksimum penyaluran arus, apabila faktor daya rendah artinya walaupun arus yang mengalir di jaringan sudah maksimum namun kenyataan hanya porsi kecil saja yang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pemilik jaringan.

Baik penyedia layanan maupun konsumen berupaya untuk membuat jaringannya memiliki faktor daya yang bagus (mendekati 1). Bagi penyedia layanan, jaringan dengan faktor daya yang jelek mengakibatkan dia harus menghasilkan daya yang lebih besar untuk memenuhi daya aktif yang diminta oleh para konsumen. Apabila konsumen didominasi oleh konsumen jenis residensial maka mereka hanya membayar sejumlah daya aktif yang terpakai saja, artinya penyedia layanan harus menanggung sendiri biaya yang hanya menjadi daya reaktif tanpa mendapatkan kompensasi uang dari konsumen. Sebaliknya bagi konsumen skala besar atau industri, faktor daya yang baik menjadi keharusan karena beberapa penyedia layanan kadang membebankan pemakaian daya aktif dan daya reaktif (atau memberikan denda faktor daya) tentu saja konsumen tidak akan mau membayar mahal untuk daya yang “tidak termanfaatkan” bagi mereka.

Perbaikan faktor daya

Salah satu cara untuk memperbaiki faktor daya adalah dengan memasang kompensasi kapasitif menggunakan kapasitor pada jaringan tersebut. Kapasitor adalah komponen listrik yang justru menghasilkan daya reaktif pada jaringan dimana dia tersambung. Pada jaringan yang bersifat induktif dengan segitiga daya seperti ditunjukkan pada Gambar 3, apabila kapasitor dipasang maka daya reaktif yang harus disediakan oleh sumber akan berkurang sebesar Q_{koreksi} (yang merupakan daya reaktif berasal dari kapasitor). Karena daya aktif tidak berubah sedangkan daya reaktif berkurang, maka dari sudut pandang sumber, segitiga daya yang baru diperoleh; ditunjukkan pada Gambar 4 garis oranye. Terlihat bahwa sudut \phi mengecil akibat pemasangan kapasitor tersebut sehingga faktor daya jaringan akan naik.

Gambar 4. Perbaikan faktor daya

Pada artikel ini telah dibahas pengertian dari daya dan faktor daya pada jaringan listrik. Perbaikan faktor daya dapat dilakukan dengan cara kompensasi kapasitif menggunakan kapasitor.

Referensi

* Understanding power quality, B. Gridwood, Energy Mad Ltd.
* Understanding power and power quality measurement, – , http://www.transcat.com.
* Understanding power factor, – , http://www.princetongreen.org

Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia

  1. Pendahuluan

Setelah pulih dari krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia mengalami lonjakan hebat dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 % pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030. Seperti terlihat pada Gambar 1. [ER Indonesia]

gb1

Tentunya pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menghadapi lonjakan kebutuhan energi, terutama energi listrik. Salah satu langkah awal yang pemerintah lakukan adalah dengan membuat blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 – 2025 (Keputusan Presiden RI nomer 5 tahun 2006). Secara garis besar, dalam blueprint tersebut ada dua macam solusi yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, yaitu peningkatan efisiensi penggunaan energi (penghematan) dan pemanfaatan sumber-sumber energi baru (diversifikasi energi). Mengingat rasio elektrifikasi yang masih relatif rendah, yaitu 63 % pada tahun 2005, sedangkan Indonesia menargetkan rasio elektrifikasi 95 % pada tahun 2025, maka pembahasan pada artikel ini akan lebih diarahkan pada pemanfaatan sumber energi primer sebagai pembangkit listrik.


2. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya energi yang berlimpah dan beragam baik yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas bumi. Ataupun sumber energi alternatif dan terbarukan lainnya seperti tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, geothermal, biomasa dan lain-lain. Meskipun potensi sumber energi yang dimiliki berlimpah, Indonesia sampai saat ini tetap belum bisa memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya sendiri.

Diversifikasi energi (bauran sumber energi) merupakan suatu konsep / strategi yang dapat dipergunakan sebagai alat (tools) untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan bauran energi (energy mix) menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya tergantung pada sumber energi berbasis fosil, namun harus juga mengembangkan penggunaan energi terbarukan. Kebijakan bauran energi di Indonesia perlu dikembangkan dengan memperjelas strategi, sasaran penggunaan, jumlah pemanfaatandan pengelolaan energi nasional, dengan mempertimbangkan potensi energi, permintaan energi, infrastruktur energi serta faktor lainnya seperti harga energi, teknologi, pajak, investasi dan sebagainya.

Pada tahun 2005, sumber utama pasokan energi Indonesia adalah minyak bumi ( 54.78 % ), disusul gas bumi ( 22,24 % ), batubara ( 16.77 % ), Air ( 3.72 %) dan geothermal ( 2.46 % ). Sasaran pemerintah pada tahun 2025, diharapkan terwujudnya bauran energi yang lebih optimal, yaitu : minyak bumi ( <>gas bumi ( > 30 %), batubara ( > 33 % ), biofuel ( > 5 % ), panas bumi ( > 5 % ), Energi terbarukan lainnya ( > 5 % ) dan batubara yang dicairkan ( > 2 % ) [BluePrint]

gb2

Artikel ini akan mengkaji kelebihan dan kekurangan masing-masing sumber energi di Indonesia. Dengan memaparkan kelebihan dan kekurangan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mendukung program pemerintah dalam mengembangkan energi di Indonesia berdasarkan blueprint pengelolaan energi nasional (Presidential degree 5, 2006). Artikel ini merupakan salah satu upaya dan kontribusi nyata dari penulis (insinyur atau para ahli di perguruan tinggi) untuk dapat membangun negara dan bangsa Indonesia yang lebih bermartabat karena mampu mandiri di bidang energi.

3. Kriteria Pemilihan Pembangkit

Meskipun Indonesia memiliki banyak potensi energi yang dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik, namun kenyataannya proses realisasinya tidak semudah membalik telapak tangan. Pemilihan pembangkit listrik bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang, seperti: prediksi pertumbuhan beban per tahun, karakteristik kurva beban, keandalan sistem pembangkit, ketersediaan dan harga sumber energi primer yang akan digunakan, juga isu lingkungan, sosial dan politik.


3.1 Karakteristik Beban

Hingga saat ini tidak ada satu alat pun yang dapat menyimpan energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Untuk itu besarnya listrik yang dibangkitkan harus disesuaikan dengan kebutuhan beban pada saat yang sama. Apabila melihat kurva beban harian pada Gambar 3, sebagai contoh kurva beban listrik di Pulau Jawa, terlihat bahwa beban yang ditanggung PLN berubah secara fluktuatif setiap jamnya.

Secara garis besar ada 3 tipe pembangkit listrik berdasarkan waktu beroperasinya. Tipe base untuk menyangga beban-beban dasar yang konstan, dioperasikan sepanjang waktu dan memiliki waktu mula yang lama. Tipe intermediate biasanya digunakan sewaktu-waktu untuk menutupi lubang-lubang beban dasar pada kurva beban, memiliki waktu mula yang cepat dan lebih reaktif. Tipe peak/puncak, hanya dioperasikan saat PLN menghadapi beban puncak, umumnya pembangkit tipe ini memiliki keandalan yang tinggi, namun tidak terlalu ekonomis untuk digunakan terus-menerus.

Melihat kurva diatas pula, maka kebijakan mengenai pembangunan pembangkit baru juga harus merefleksikan kurva beban sesuai dengan proyeksi kebutuhan listrik dimasa depan. Maka nantinya akan terlihat berapa pembangkit yang harus menjadi pembangkit tipe base dan berapa yang menjadi pembangkit mendukung beban intermediate dan beban puncak.

gb3

3.2 Keandalan Pembangkit

Salah satu hal penting dari penyediaan pasokan energi listrik adalah isu keandalan. Keandalan kapasitas pembangkit didefenisikan sebagai persesuaian antara kapasitas pembangkit yang terpasang terhadap kebutuhan beban. Artinya pasokan energi diharuskan selalu tersedia untuk melayani beban secara kontinyu.

Banyak faktor yang menjadi parameter keandalan dan kualitas listrik. Diantaranya : (i) Ketidakstabilan frekuensi (ii) Fluktuasi tegangan (iii) interupsi atau pemadaman listrik. Untuk parameter pertama dan kedua, umumnya permasalahannya muncul di sektor transmisi atau distribusi. Sedangkan parameter ketiga lebih banyak pada sektor pembangkitan, karena terkait masalah pemenuhan kapasitas pasokan terhadap beban.

Metoda yang biasa digunakan untuk menentukan indeks itu adalah dengan metoda LOLP (Loss Of Load Probability) atau sering dinyatakan sebagai LOLE (Loss Of Load Expectation). Probabilitas kehilangan beban adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh.

Banyak kegagalan pembangkit terjadi akibat tidak tersedianya sumber energi primer. Permasalahan ketersediaan ini seringkali menimpa pembangkit-pembangkit berbahan bakar fosil. Di Indonesia sendiri banyak pembangkit berbahan bakar gas yang harus dioperasikan dengan bahan bakar minyak karena langkanya ketersediaan gas untuk konsumsi pembangkit Indonesia. Atau bisa juga karena masalah distribusi yang tersendat, seperti masalah kapal batu bara yang tidak bisa merapat, terganggu akibat faktor cuaca. Sedangkan pada kebanyakan pembangkit listrik energi terbarukan, ketersediaanya memang bisa dibilang cukup menjanjikan, karena semuanya memang sudah tersedia di alam dan tinggal dimanfaatkan saja.


3.3 Aspek Ekonomi

Pertimbangan aspek ekonomi pembangkit umumnya meliputi 3 lingkup besar, yaitu: (i) biaya investasi awal; (ii) biaya operasional; (iii) biaya perawatan pembangkit. Sifat ekonomis sebuah sistem pembangkit listrik dapat dilihat dari harga jual listrik untuk setiap kWh (kilo watt kali jam). Salah satu faktor yang mempengaruhi bahwa pembangkit listrik-ekonomis (harga jual listrik serendah mungkin untuk setiap kWh) adalah biaya bahan bakar. Secara umum, biaya bahan bakar untuk pembangkit berbahan bakar fosil adalah 80 % dari biaya pembangkitan dan untuk pembangkit nuklir adalah 50 % dari biaya pembangkitan.


3.4 Aspek Lingkungan dan Geografis

Sistem harus sesuai dengan kondisi geografis dan hubungan antarnegara. Sebuah pembangkit dibangun mengacu pada letak geografis dan pengaruhnya terhadap negara tetangga atau negara lain. Misalkan sebuah PLTU dioperasikan dan mengeluarkan gas CO2 ke udara. Pengontrolan terhadap pengeluaran gas CO2 perlu di lakukan juga oleh negara tetangga atau negara lain. Di dalam hal ini, kerja sama internasional sangat diperlukan untuk menjamin sistem berkeselamatan andal dan ramah lingkungan.


3.5 Aspek Sosial dan Politik

Sistem harus sesuai dengan program penelitian dan pengembangan negara itu serta terbentuknya kerja sama yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat untuk menjamin tingkat keselamatan sistem yang tinggi dan andal. Kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah tentang program penelitian dan pengembangan bidang energi harus sesuai / searah untuk menjamin perencanaan energi nasional di masa depan berlangsung dengan baik.

Energi nasional seharusnya dapat direncanakan dan diprediksi secara jangka pendek maupun jangka panjang dengan berdasarkan 5 kriteria pemilihan/kompatibilitas pembangkit. Hal ini untuk menjamin sebuah sistem pembangkit yang mendukung program energi nasional dapat beroperasi dengan baik dan berkeselamatan. Andal agar lingkungan tidak tercemari dan hubungan kerja sama internasional tetap berlangsung dengan baik. Berdasarkan kriteria tersebut, perencanaan bauran energi nasional sangat diperlukan untuk menghilangkan ketergantungan teknologi kepada salah satu jenis pembangkit, serta menjamin keberlangsungan kebutuhan energi di masa depan.


4 Jenis-Jenis Pembangkit

Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 dan tahun 1979 memberikan pengalaman berharga kepada Indonesia khususnya tentang masalah dan dampak yang terjadi akibat ketergantungan pada satu jenis energi yang diimpor yaitu minyak bumi. Kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya permintaan untuk pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang dapat mempergunakan jenis bahan bakar lain. Pada saat ini terdapat 5 jenis bahan bakar untuk pembangkitan tenaga listrik skala besar, yaitu : minyak, gas, batubara, hidro dan nuklir. Kemudian berkembang tuntutan-tuntutan lain, yaitu keperluan peningkatan efisiensi pembangkitan dan perlunya teknologi yang lebih bersahabat lingkungan. Perkembangan pembangkit listrik energi terbarukan, biomasa dan geothermal juga menjadi suatu sasaran yang penting.


4.1 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Minyak

Terminologi pembangkit listrik berbahan bakar minyak pada umumnya diidentikkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Walau pada kenyataannya bahan bakar minyak juga terkadang digunakan pada PLTG (akan dibahas pada 2.2). Prinsip kerja PLTD adalah dengan menggunakan mesin diesel yang berbahan bakar High Speed Diesel Oil (HSDO). Mesin diesel bekerja berdasarkan siklus diesel. Mulanya udara dikompresi ke dalam piston, yang kemudian diinjeksi dengan bahan bakar kedalam tempat yang sama. Kemudian pada tekanan tertentu campuran bahan bakar dan udara akan terbakar dengan sendirinya. Proses pembakaran seperti ini pada kenyataannya terkadang tidak menghasilkan pembakaran yang sempurna. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi pembangkit jenis ini rendah, lebih kecil dari 50 %. Namun apabila dibandingkan dengan mesin bensin (otto), mesin diesel pada kapasitas daya yang besar masih memiliki efisiensi yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan rasio kompresi pada mesin diesel jauh lebih besar daripada mesin bensin.

Keuntungan utama penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar minyak atau sering disebut dengan PLTD adalah dapat beroperasi sepanjang waktu selama masih tersediannya bahan bakar. Kehandalan pembangkit ini tinggi karena dalam operasinya tidak bergantung pada alam seperti halnya PLTA. Mengingat waktu start-nya yang cepat namun ongkos bahan bakarnya tergolong mahal dan bergantung dengan perubahan harga minyak dunia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, PLTD disarankan hanya dipakai untuk melayani konsumen pada saat beban puncak saja.

Investasi awal pembangunan PLTD yang relatif murah, kebutuhan energi di daerah-daerah terisolasi yang mendesak dan kebutuhan energi daerah-daerah yang belum terlalu besar, pemerintah Indonesia berinisiatif membangun PLTD yang berfungsi sebagai base-supply untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah ini, untuk mengurangi biaya transmisi dan rugi-rugi jaringan dalam menyalurkan energi listrik dari kota terdekat.

Dengan digunakannya bahan bakar konvensional maka adanya kemungkinan pembangkit ini akan sulit dioperasikan di masa depan karena persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis. Harga minyak yang terus meningkat menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan pembangkit ini. Harga minyak yang mahal diakibatkan karena pasar minyak dunia yang tidak stabil dan ongkos transportasi untuk membawa minyak tersebut ke daerah yang dituju. Padahal di sisi beban, PLN dipaksa menjual dengan harga murah. Inilah yang menyebabkan PLN rugi besar.

Penulis berpendapat bahwa dengan memperhatikan alasan utama masalah ketersediaan minyak bumi nasional yang semakin sedikit, maka akan lebih bijaksana apabila tingkat konsumsi pembangkit listrik berbahan bakar minyak dikurangi. Dengan cara seperti itu diharapkan akan mempercepat Indonesia menjadi negara yang mandiri energi, tidak terpengaruh dengan krisis energi global. Oleh karena itu, upaya bauran energi nasional pembangkit listrik di Indonesia harus segera direalisir menjadi tindakan yang konkret dan menjadi komitmen bersama.


4.2 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas

Turbin gas kini memegang peran penting di dalam pengembangan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang baru. Peran itu tampaknya masih akan terus berlanjut memasuki abad ke-21 yang akan datang. Dominasi ini disebabkan karena efisiensi termal yang dimiliki turbin gas yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar lainnya. Perkembangan yang cepat dari teknologi turbin gas dimulai dari awal 1990-an, dengan mempergunakan gas bumi sebagai bahan bakar akan meningkatkan efisiensi pusat listrik siklus kombinasi (combine cycle) mendekati 60 %. Diprediksi bahwa efisiensi ini masih akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.

Pada Gambar 4 dijelaskan tentang cara kerja pembangkit listrik berbahan bakar gas. Prinsip kerja PLTG adalah dengan mamanfaatkan tekanan aliran udara ungtuk menggerakkan turbin. Pertama-tama udara dinaikkan tekanannya dengan menggunakan kompresor dan kemudian dibakar di ruang pembakaran untuk meningkatkan energinya. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan bahan bakar gas (bisa juga digunakan MFO atau HSDO, tapi dengan efisiensi yang lebih rendah). Udara yang sudah bertekanan tinggi kemudian dialirkan melalui turbin dan menggerakkan generator, sehingga dihasilkanlah listrik. Keuntungan lain menggunakan PLTG adalah gas yang dipakai bisa dibilang lebih mudah untuk disiapkan daripada uap, sehingga PLTG bisa mulai berproduksi dengan cepat dari keadaan ‘dingin’ dalam hitungan menit, jauh lebih cepat daripada PLTU.

Satu hal yang menarik pada PLTG adalah gas yang keluar dari turbin biasanya masih ‘cukup panas’. Cukup panas disini dalam artian bila di sebelah PLTG ada sebuah PLTU, maka gas hasil proses di PLTG masih dapat digunakan untuk memanaskan boiler kepunyaan PLTU. Inilah kemudian yang dikenal dengan sebutan siklus kombinasi, sebuah pembangkit yang terdiri dari PLTG dan PLTU. Keuntungan dari pembangkit listrik gabungan ini, PLTGU (gas – uap), harga jual listriknya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan harga jual listrik PLTU-batubara.

Apabila Indonesia mampu mengolah dengan baik penggunaan cadangan gas bumi nasionalnya sehingga diperoleh pemasokan gas bumi untuk pembangkit dengan harga yang lebih rendah, maka biaya listrik dari pengoperasian PLTGU akan bisa lebih murah lagi. Selain pembangkitan listrik yang murah, keuntungan lain dari pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi adalah emisi CO2 yang sangat rendah. PLTGU sering disebut sebagai bahan bakar yang ‘bersih’ sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang minimal.

Indonesia : dalam hal ini PT PLN (Persero), sekarang ini telah banyak mengoperasikan PLTGU. Dapat dikemukakan bahwa pada saat ini perusahaan Amerika GE (General Electric) berusaha untuk meningkatkan efisiensi PLTGU yang dapat melampaui 60 % dengan mempergunakan siklus kombinasi Kalina, yang mempergunakan suatu campuran dari air (H2O) dan amonia (NH3) sebagai fluida kerja. Teknologi kogenarsi, yang membangkitkan energi listrik dan panas dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi lagi bahkan hingga 90 %. Teknologi ini juga sudah dimanfaatkan di beberapa pabrik di Indonesia.

Namun kendala utama perkembangan pembangkit ini di Indonesia adalah pada proses penyediaan bahan bakar gas itu sendiri. Pemeriksaan BPK menemukan bahwa jumlah kebutuhan gas bumi untuk sejumlah pembangkit PLN di Jawa dan Sumatera sebanyak 1.459 juta kaki kubik per hari, sedangkan pasokan gas yang disediakan oleh para pemasok sebanyak 590 juta kaki kubik per hari. Dengan demikian terjadi kekurangan pasokan gas sebanyak 869 juta kaki kubik per hari

Menurut data Departemen ESDM, gas bumi di Indonesia di perkirakan hanya mencukupi untuk 61 tahun kedepan. Kemudian cadangan batubara diperkirakan habis dalam waktu 147 tahun lagi, sedangkan cadangan minyak bumi hanya cukup untuk 18 tahun kedepan. Agar mampu mengembangkan PLTGU di Indoneia, permasalahan persaingan penggunaan gas bumi : untuk transportasi, pembangkit listrik-industri dan konsumsi publik (program pemerintah : PT. Pertamina yang menyarankan konversi minyak tanah ke bahan bakar gas untuk memasak dan lain-lain), hal ini harus dapat diatur dengan jelas penyediaannya agar tidak menjadi dua hal yang saling kompetitif.

gb4

4.3 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Batubara

Secara global, fakta menyebutkan bahwa lebih banyak energi listrik dibangkitkan dengan batubara dibandingkan dengan bahan bakar lain. Situasi ini tampaknya masih akan terus berlanjut, hal ini disebabkan karena cadangan batubara yang besar. Namun di lain pihak, masalah utama pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkitan listrik ini merupakan salah satu kontributor pencemaran gas CO2 yang terbesar. Karena alasan tersebut berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi masalah pencemaran itu, yang sering dinamakan dengan teknologi batubara bersih.

Gambar 5 menunjukan cara kerja pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Pertama-tama batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor, kemudian dihancurkan dengan pulverized fuel coal sehingga menjadi tepung batubara. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas oleh forced draught fan sehingga menjadi campuran udara panas dan batubara. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batubara disemprotkan ke dalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api. Kemudian air dialirkan ke atas melalui pipa yang ada di dinding boiler, air tersebut akan dimasak menjadi uap dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler untuk memisahkan uap dari air yang terbawa. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570° C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa akan ikut berpijar menjadi merah.

Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat men-setting steam governor valve secara manual maupun otomatis. Uap keluaran dari turbin mempunyai suhu sedikit di atas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condenser agar menjadi air yang siap untuk dimasak ulang. Sedangkan air pendingin dari condenser akan di semprotkan kedalam cooling tower. Hal inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. Kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condenser sebagai air pendingin ulang. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap agar melewati electrostatic precipitator untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg sudah disaring akan dibuang melalui cerobong.

Teknologi gasifikasi merupakan pemecahan yang kini mulai dipandang sebagai teknologi batubara yang dapat memenuhi keperluan akan pembangkitan tenaga listrik yang bersih dan efisien (teknologi batubara bersih). Diperkirakan bahwa pada awal abad ke-21, PLTU-batubara dengan teknologi gasifikasi akan mengeluarkan 99 % lebih sedikit sulfur dioksida (SO2) dan abu terbang, serta 90 % kurang nitrogen oksida (NOx) dari PLTU-batubara masa kini. PLTU-batubara gasifikasi juga diperkirakan akan menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) dengan 35 – 40 %, menurunkan buangan padat dengan 40 – 50 % dan menghasilkan penghematan biaya daya 10 – 20 %. Teknologi gasifikasi digabung dengan teknologi turbin gas maju akan memegang peran utama dalam pusat-pusat pembangkit gasifikasi terpadu.

Gasifikasi batubara maupun minyak residu sudah terjadi memanfaatkan kayu buangan atau bagas tebu juga menjanjikan. Dengan meningkatnya tuntunan-tuntunan lingkungan, kemungkinan besar teknologi gasifikasi akan menyebabkan batubara akan dapat mempertahankan posisi utamanya sebagai bahan bakar untuk pembangkitan tenaga listrik. Karena memiliki cadangan batubara yang cukup besar, terutama yang berupa lignit, teknologi gasifikasi akan menjadi sangat penting bagi Indonesia di masa mendatang. Di Amerika Serikat telah ada bebarapa proyek demontrasi siklus kombinasi gas terpadu (Integrated Gas Combined Cycle, IGCC), antara lain Wabash River Repowering Project di Indiana dengan daya 262 MWdan Camden Clean Energy Demonstration Project di New Jersey dengan daya 480 MW.

Teknologi pencairan batubara masih banyak terganggu oleh biaya yang tinggi. Negara yang paling maju dalam bidang ini adalah Afrika Selatan. Negara ini memiliki beberapa pabrik yang memproduksi batubara cair. Pabrik pertama adalah “Sasol One” terletak dekat kota Sasolburg, yang sejak pertengah 1950an telah berproduksi. Pabrik kedua, ‘Sasol Two’, terletak di kota Secunde berproduksi sejak tahun 1980, dan pabrik ketiga, ‘Sasol Three’, berproduksi sejak tahun 1982.

Walaupun teknologi pengolahan batubara sebagai bahan bakar primer sudah jauh berkembang dan cadangan nasional batubara cukup tinggi, sayangnya pembangkit listrik ini membuang energi dua kali lipat dari energi yang dihasilkan. Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton CO2 per tahun. CO2 merupakan salah satu gas yang paling menyebabkan global warming atau efek rumah kaca. Bagaimanapun teknologi batubara bersih yang digunakan, Penulis masih menganggap bahwa proses gasifikasi / batubara cair ‘belum’ bisa mengurangi emisi gas karbondioksida dan ‘belum’ bisa meningkatkan efisiensi bahan bakar. Terlalu banyak energi yang dibuang selama proses pengolahan dari batubara ‘mentah’ menjadi batubara cair/gas. Walaupun PLTU dengan teknologi batubara bersih mampu mengurangi 90 % gas buangan dan abu terbangnya pada saat beroperasi, namun polutan selama proses pembuatan batubara cair / gas yang dihasilkan masih cukup tinggi.

gb5

4.5 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mengalami beberapa perkembangan yang sangat signifikan, terutama perkembangan di pembuatan desain sedemikian hingga PLTN generasi berikutnya menjadi lebih andal, aman, ekonomis serta lebih mudah untuk dioperasikan. Peningkatan keandalan dan keamanan diperoleh pada penyederhanaan sistem pipa primer, perbaikan pada mekanisme batang kendali dan optimasi dari pendinginan inti dalam keadaan darurat.

Peningkatan kemudahan operasi dan pemeliharaan diupayakan dengan cara perbaikan sistem instrumentasi dan pengendalian, sedangkan penurunan biaya konstruksi dan operasi diharapkan dapat meningkatkan unjuk kerja secara ekonomis. Pengembangan teknologi PLTN juga meliputi penurunan jumlah dari limbah radioaktif yang dihasilkan. Perkembangan terpesat PLTN kini terjadi di RRC, yang diperkirakan akan memiliki 20 GW daya terpasang PLTN pada tahun 2010. PLTN yang banyak terpasang adalah PWR (Pressurized Water Reactor), diperkirakan juga akan berkembang PLTN Candu (Canadian Deuterium Uranium), teknologi dari Kanada.

Cara kerja PLTN jenis PWR dan BWR ditunjukkan pada Gambar 6 : yang berbeda dari PLTN adalah mesin pembangkit uapnya, yaitu berupa reaktor nuklir. Dalam reaktor nuklir, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada pembangkitan uap tak langsung, pendingin reaktor (disebut pendingin primer) yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin sekunder dan membangkitkan uap.

Pada umumnya tipe reaktor nuklir dalam PLTN dibedakan berdasarkan komposisi, konstruksi dari bahan moderator neutron dan bahan pendingin yang digunakan, sehingga digunakan sebutan seperti reaktor gas, reaktor air ringan, reaktor air berat (air ringan (H2O) dan air berat (D2O) ; D adalah salah satu isotop hidrogen, yaitu deuterium 2H1). Selain itu, faktor kondisi air pendingin juga menjadi pertimbangan penggolongan tipe reaktor nuklir dalam PLTN. Jika air pendingin dalam kondisi mendidih disebut reaktor air didih, jika tak mendidih (atau tidak diizinkan mendidih, dengan memberi tekanan secukupnya pada pendingin) disebut reaktor air tekan. Reaktor nuklir dengan temperatur pendingin sangat tinggi (di atas 800o C) disebut reaktor gas temperatur tinggi. Kecepatan neutron rata-rata dalam reaktor yang dihasilkan dari reaksi fisi juga dipakai untuk menggolongkan tipe reaktor. Berdasarkan kecepatan neutron rata-rata dalam teras, ada reaktor cepat dan reaktor termal (neutron dengan kecepatan relatif lambat sering disebut sebagai neutron termal).

Terdapat beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yaitu : (i) Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR); (ii) Reaktor Air Tekan Rusia (VVER); (iii) Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR); (iv) Reaktor Air Berat Pipa Tekan (CANDU); (v) Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generating Heavy Water Reactor, SGHWR); (vi) Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR); (vii) Reaktor Gas Maju (Advanced Gas Reactor, AGR); (viii) Reaktor Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas Reactor, HTGR); (ix) Reaktor Moderator Grafit Pendingin Air Didih (RBMK); (x) Reaktor Pembiak Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR).

Reaktor Air Ringan (Light Water Reactor, LWR) : Diantara PLTN yang masih beroperasi di dunia, 80 % adalah PLTN tipe Reaktor Air Ringan (LWR). Reaktor ini pada awalnya dirancang untuk tenaga penggerak kapal selam angkatan laut Amerika. Dengan modifikasi secukupnya dan peningkatan daya seperlunya kemudian digunakan dalam PLTN. PLTN tipe ini dengan daya terbesar yang masih beroperasi pada saat ini (tahun 2003) adalah PLTN Chooz dan Civaux di Perancis yang mempunyai daya 1500 MWe, dari kelas N-4 Perancis. Reaktor Air Ringan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu Reaktor Air Didih dan Reaktor Air Tekan (pendingin tidak mendidih), kedua golongan ini menggunakan air ringan sebagai bahan pendingin dan moderator. Pada tipe reaktor air ringan sebagai bahan bakar digunakan uranium dengan pengayaan rendah sekitar 2 – 4 % (bukan uranium alam karena sifat air yang menyerap neutron). Kemampuan air dalam memoderasi neutron (menurunkan kecepatan / energi neutron) sangat baik, maka jika digunakan dalam reaktor (sebagai moderator neutron dan pendingin) ukuran teras reaktor menjadi lebih kecil (kompak) bila dibandingkan dengan reaktor nuklir tipe reaktor gas dan reaktor air berat.

Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR) : Pada PLTN tipe PWR, air sistem pendingin primer masuk ke dalam bejana tekan reaktor pada tekanan tinggi dan temperatur lebih kurang 290o C. Air bertekanan dan bertemperatur tinggi ini bergerak pada sela-sela batang bahan bakar dalam perangkat bahan bakar ke arah atas teras sambil mengambil panas dari batang bahan bakar, sehingga temperaturnya naik menjadi sekitar 320o C. Air pendingin primer ini kemudian disalurkan ke perangkat pembangkit uap (lewat sisi dalam pipa pada perangkat pembangkit uap), di perangkat ini air pendingin primer memberikan energi panasnya ke air pendingin sekunder (yang ada di sisi luar pipa pembangkit uap) sehingga temperaturnya naik sampai titik didih dan terjadi penguapan. Uap yang dihasilkan dari penguapan air pendingin sekunder tersebut kemudian dikirim ke turbin untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator listrik. Perputaran generator listrik akan menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan listrik. Air pendingin primer yang ada dalam bejana reaktor dengan temperatur 320o C akan mendidih jika berada pada tekanan udara biasa (sekitar 1 atm). Agar pendingin primer ini tidak mendidih, maka sistem pendingin primer diberi tekanan hingga 157 atm. Karena adanya pemberian tekanan ini maka bejana reaktor sering disebut sebagai bejana tekan atau bejana tekan reaktor. Pada reaktor tipe PWR, air pendingin primer yang membawa unsur-unsur radioaktif dialirkan hanya sampai ke pembangkit uap, tidak sampai turbin, oleh karena itu pemeriksaan dan perawatan sistem sekunder (komponen sistem sekunder: turbin, kondenser, pipa penyalur, pompa sekunder dan lain-lain) menjadi mudah dilakukan. Konstruksi bejana reaktor tipe PWR ditunjukkan pada Gambar 6.

Pada prinsipnya PWR yang dikembangkan oleh Rusia (disebut VVER) sama dengan PWR yang dikembangkan oleh negara-negara barat. Perbedaan konstruksi terdapat pada bentuk penampang perangkat bahan bakar VVER (berbentuk segi enam) dan letak pembangkit uap VVER (horisontal). Pada reaktor tipe PWR, seperti yang banyak beroperasi saat ini, peralatan sistem primer saling dihubungkan membentuk suatu untai (loop). Jika peralatan sistem primer dihubungkan oleh dua pipa penghubung utama yang diperpendekdan kemudian dimasukkan dalam bejana reaktor maka sistem seperti ini disebut reaktor setengah terintegrasi (setengah modular). Tetapi jika seluruh sistem primer disatukan dan dimasukkan ke dalam bejana reaktor maka disebut reaktor terintegrasi (modular), lihat. Reaktor setengah modular ataupun modular tidak dikembangkan untuk PLTN berdaya besar.

Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR) : Karakteristika unik dari reaktor air didih adalah uap dibangkitkan langsung dalam bejana reaktor dan kemudian disalurkan ke turbin pembangkit listrik. Pendingin dalam bejana reactor berada pada temperatur sekitar 285o C dan tekanan jenuhnya sekitar 70 atm. Reaktor ini tidak memiliki perangkat pembangkit uap tersendiri, karena uap dibangkitkan di bejana reaktor. Karena itu pada bagian atas bejana reaktor terpasang perangkat pemisah dan pengering uap, akibatnya konstruksi bejana reaktor menjadi lebih rumit. Konstruksi reaktor BWR diperlihatkan pada Gambar 6.

Reaktor Air Berat (Heavy Water Reactor, HWR) : Dalam hal kemampuan memoderasi neutron, air berat berada pada urutan berikutnya setelah air ringan, tetapi air berat hampir tidak menyerap neutron. Oleh karena itu jika air berat dipakai sebagai moderator, maka dengan hanya menggunakan uranium alam (tanpa pengayaan) reaktor dapat beroperasi dengan baik. Bejana reaktor (disebut kalandria) merupakan tangki besar yang berisi air berat, di dalamnya terdapat pipa kalandria yang berisi perangkat bahan bakar. Tekanan air berat biasanya berkisar pada tekanan satu atmosferdan temperaturnya dijaga agar tetap di bawah 100o C. Akan tetapi pendingin dalam pipa kalandria mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi, sehingga konstruksi pipa kalandria berwujud pipa tekan yang tahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi.

Reaktor Air Berat Tekan (Pressurized Heavy Water Reactor, PHWR) : CANadian Deuterium Uranium Reactor (CANDU) adalah suatu PLTN yang tergolong pada tipe reaktor pendingin air berat tekan dengan pipa tekan. Reaktor ini merupakan reaktor air berat yang banyak digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah uranium alam. Kanada menjadi pelopor penyebaran reaktor tipe ini di seluruh dunia.

Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR) : HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum terpecahkan hingga sekarang, maka pada akhirnya di dunia hanya terdapat 4 reaktor tipe ini. Di negara Perancis reaktor tipe ini dibangun, tetapi sebagai bahan kelongsong tidak digunakan berilium melainkan stainless steel.

Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor, SGHWR) : Reaktor ini sering disebut Light Water Cooled Heavy Water Reactor (LWCHWR) dan hanya ada di Pusat Penelitian Winfrith Inggris. Reaktor berdaya 100 MWe ini merupakan prototipe reaktor pembangkit daya tipe SGHWR dan beroperasi dari tahun 1968 sampai tahun 1990. Pada waktu itu reaktor SGHWR sempat menjadi suatu fokus pengembangan di Inggris, tetapi oleh karena persoalan ekonomi maka tidak dikembangkan lebih lanjut. Sementara itu Jepang mengembangkan reaktor air berat yang disebut Advanced Thermal Reactor (ATR). Jepang membangun reaktor ATR Fugen berdaya 165 MWe. Keunikan dari reaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium dengan pengayaan rendah atau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium. Pada saat bahan bakar terbakar, penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit sekali. Reaktor prototipe Fugen dioperasikan sejak tahun 1979, tetapi karena terjadi perubahan kebijakan dari pemerintah, sampai saat ini reaktor ATR komersial belum pernah terwujud. Reaktor Fugen beroperasi hingga tahun 2002 dan pada tahun berikutnya direncanakan untuk didekomisioning.

Reaktor Grafit Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) : Grafit sebagai bahan moderator sudah digunakan oleh ilmuwan Enrico Fermi sejak reaktor nuklir pertama Chicago Pile No.1 (CP 1). Grafit terkenal murah dan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Plutonium (Pu-239) yang digunakan pada bom atom yang dijatuhkan pada saat Perang Dunia II dibuat di reaktor grafit. Setelah perang dunia berakhir reaktor GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain-ulang di Inggris maupun Perancis. Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium (Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox. Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi ekonomi yang baik. Raktor tipe modifikasi Magnox pernah dibangun di Jepang pada tahun 1967 sebagai PLTN Tokai. Setelah beroperasi selama 30 tahun reaktor ini ditutup pada tahun 1998.

Reaktor Grafit Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) : Di Inggris fokus pengembangan teknologi PLTN bergeser ke reaktor berbahan bakar uranium dengan pengayaan rendah, yang memiliki kerapatan daya dan efisiensi termal yang tinggi. Unjuk kerja reaktor ini terbukti dapat diperbaiki. Di Inggris reaktor ini hanya sempat dibangun sebanyak 14 buah saja, karena setelah pertengahan tahun 1980 kebijakan Pemerintah Inggris berubah.

Reaktor Grafit Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR) : Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin. Karakteristika menonjol yang unik dari reaktor HTGR ini adalah konstruksi teras didominasi bahan moderator grafit, temperature operasi dapat ditingkatkan menjadi tinggi dan efisiensi pembangkitan listrik dapat mencapai lebih dari 40 %. Terdapat 3 bentuk bahan bakar dari HTGR, yaitu dapat berupa: (a) Bentuk batang seperti reaktor air ringan (dipakai di reaktor Dragon dan Peach Bottom); (b) Bentuk blok, di mana di dalam lubang blok grafit yang berbentuk segi enam di masukkan batang bahan bakar (dipakai di reaktor Fort St. Vrain, MHTGR, HTTR); (c) Bentuk bola (peble bed), di mana butir bahan bakar bersalut didistribusikan dalam bola grafit (dipakai di reaktor AVR, THTR-300).

Reaktor Grafit Pipa Tekan Air Didih Moderator Grafit (Light Water Gas-cooled Reactor, LWGR) RBMK adalah reaktor tipe ini yang hanya dikembangkan di Rusia. Reaktor ini tidak menggunakan tangki kalandria (berisi air berat) seperti reaktor tipe SGHWR tetapi menggunakan grafit sebagai moderator, oleh karena itu dimensi reaktor menjadi besar. Sekitar 1700 buah pipa tekan menembus susunan blok grafit. Di dalam pipa tekan diisi batang bahan bakar di mana di sekelilingnya mengalir air ringan yang mengambil panas dari batang bahan bakar sehingga mendidih. Uap yang terbentuk dikirim ke turbin pembangkit listrik untuk memutar turbin dan membangkitkan listrik. Salah satu reaktor tipe ini yang terkenal karena mengalami kecelakaan adalah reaktor Chernobyl No.4 yang merupakan reaktor tipe RBMK-1000. Salah satu kegagalan desain pada reaktor tipe RBMK yang dianggap sebagai kambing hitam terjadinya kecelakaan Chernobyl adalah tidak tersedianya bejana pengungkung reaktor.

Reaktor Cepat (Fast Reactor, FR), Reaktor Pembiak Cepat (Liquid Metal Fast Breeder Reactor, LMFBR) : Seperti tersirat dalam nama tipe reaktor ini, neutron cepat yang dihasilkan dari reaksi fisi dengan kecepatan tinggi dikondisikan sedemikian rupa sehingga diserap oleh uranium-238 menghasilkan plutonium-239. Dengan kata lain di dalam reaktor dapat dibiakkan (dibuat) unsur plutonium. Rapat daya dalam teras reaktor cepat sangat tinggi, oleh karena itu sebagai pendingin biasanya digunakan bahan logam natrium cair atau logam cair campuran natrium dan kalium (NaK) yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengambil panas dari bahan bakar. Konstruksi reaktor pembiak cepat terdiri dari pendingin primer yang berupa bahan logam cair mengambil panas dari bahan bakar dan kemudian mengalir ke alat penukar panas-antara (intermediate heat exchanger), selanjutnya energi panas ditransfer ke pendingin sekunder dalam alat penukar panas-antara ini. Kemudian pendingin sekunder (bahan pendingin adalah natrium cair atau logam cair natrium) yang tidak mengandung bahan radioaktif akan mengalir membawa panas yang diterima dari pendingin primer menuju ke perangkat pembangkit uapdan memberikan panas ke pendingin tersier (air ringan) sehingga temperaturnya meningkat dan mendidih (proses pembangkitan uap). Uap yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke turbin untuk memutar generator listrik yang dikopel dengan turbin. Komponen sistem primer dari reaktor pembiak cepat terdiri dari bejana reaktor, pompa sirkulasi primer, alat penukar panas-antara. Komponen ini dirangkai oleh pipa penyalur pendingin membentuk suatu untai (loop), karena itu reaktor seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor untai. Apabila seluruh komponen sistem primer di atas semuanya dimasukkan ke dalam bejana reaktor, maka reaktor pembiak cepat seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor tangki atau reaktor kolam. Contoh reaktor pembiak cepat tipe reaktor untai adalah reaktor prototipe Monju di Jepang, sedangkan untuk tipe reaktor kolam adalah reaktor Super Phenix di Perancis yang sudah menjadi reaktor komersial. Reaktor Cepat Eropa (Europian Fast Reactor, EFR) yang secara intensif dikembangkan oleh negara-negara Eropa diharapkan akan mulai masuk pasar komersial pada tahun 2010.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir selalu menggelitik para pendengar, pembaca atau pemirsa di media koran, televisi atau media lainnya. PLTN akan selalu memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat awam terhadap teknologi tersebut, maupun di golongan ilmuwan yang mengerti secara umum terhadap perkembangan teknologi PLTN. Dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir, jaminan terhadap keselamatan menjadi hal yang penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat, perlu diberikan penjelasan tentang tata cara atau prosedur yang aman dalam pengoperasian suatu instalasi nuklir, sehingga akan terjadi saling pengertian antara masyarakat dengan pihak operator instalasi. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dapat menjadi alternatif untuk menggantikan pembangkit tipe base (beban dasar) berbahan bakar fosil di masa yang akan datang.

gb6

Tabel 1. Komposisi pendingin dan moderator reaktor pada suatu reaktor prototipe

4.6 Pembangkit Listrik Energi Terbarukan

Dalam 10 tahun terakhir ini, kebutuhan dunia akan sumber energi terbarukan meningkat dengan laju hampir 25% per tahun. Peningkatan ini didorong oleh: (i) naiknya kebutuhan energi listrik; (ii) naiknya keinginan untuk menggunakan teknologi yang bersih; (iii) terus naiknya harga bahan bakar fossil; (iv) naiknya biaya pembangunan saluran transmisi dan (v) naiknya untuk meningkatkan jaminan pasokan energi. Agar peran energi terbarukan bisa meningkat dengan cepat maka harga dan keandalan sistem pembangkit listrik berbasis energi terbarukan harus bisa bersaing dengan pembangkit konvensional.

4.6.1 Tenaga Air

Yunani tercatat sebagai negara pertama yang memanfaatkan tenaga air untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 1999, tenaga air yang sudah berhasil dimanfaatkan di dunia adalah sebesar 2650 TWh, atau sebesar 19 % energi listrik yang terpasang di dunia. Kemajuan-kemajuan yang terjadi dalam teknologi komputer dan komunikasi merupakan daya dorong utama untuk perkembangan otomatisasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Sumber energi yang mengandalkan debit air dan ketinggian jatuhnya air ini diharapkan bisa menjawab ketersediaan energi terutama di daerah yang hingga kini belum teraliri oleh perusahaan listrik negara.

Indonesia mempunyai potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 70.000 mega watt (MW). Potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 6 persen atau 3.529 MW atau 14,2 % dari jumlah energi pembangkitan PT PLN. Berdasarkan konstruksinya, ada dua cara pemanfaatan tenaga air untuk pembangkit listrik: (i) membangun bendungan dan membuat reservoir untuk mengalirkan air ke turbin; (ii) memanfaatkan aliran air sungai tanpa membangun bendungan dan reservoir atau yang sering disebut dengan Run-of-river Hydropower. Seperti terlihat pada Gambar 8.

gb8

Secara umum cara kerja pembangkit listrik tenaga air adalah dengan mengambil air dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui intake, kemudian dengan menggunakan pipa pembawa (headrace) air diarahkan menuju turbin. Namun sebelum menabrak turbin, air dilewatkan ke pipa pesat (penstock) tujuannya adalah meningkatkan energi dalam air dengan memanfaatkan gravitasi. Selain itu pipa pesat juga mempertahankan tekanan air jatuh, oleh karena itu pipa pesat tidak boleh bocor. Turbin yang tertabrak air akan memutar generator dalam kecepatan tertentu, sehingga terjadilah proses konversi energi dari gerak ke listrik. Sementara air yang tadi digunakan untuk memutar turbin dikembalikan ke alirannya.

Besarnya energi yang dapat dikonversi menjadi energi listrik bergantung pada ketinggian jatuh air (Head) dan begitu pula pemilihan turbin untuk PLTA. Pada Tabel 2 menjelaskan tentang panduan umum penggunaan berbagai macam turbin untuk berbagai macam ketinggian jatuh air. Gambar 9 memperlihatkan bentuk-bentuk dari turbin air.

gb9

Keunggulan Pembangkit Listrik Tenaga Air umumnya terlihat jelas dari sisi ekonomidan lingkungan. Secara ekonomis, walaupun memerlukan bendungan, ternyata PLTA memiliki ongkos produksi yang relatif rendah. Selain itu PLTA pun umumnya memiliki umur yang panjang, yaitu 50-100 tahun. Bendungan yang digunakan pun biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan air dan pariwisata. Sedangkan dari segi lingkungan berkurangnya emisi karbon akibat digunakannya sumber energi bersih seperti air, jelas merupakan kontribusi berharga bagi lingkungan.

Namun ada juga efek negatif pada lingkungan akibat dibangunnya PLTA, yaitu mengganggu keseimbangan ekosistem sungai atau danau tempat dibangunnya bendungan untuk PLTA. Selain itu pembangunan bendungan juga memakan biaya waktu yang lama. Terkadang, walaupun sangat jarang, kerusakan pada bendungan dapat menyebabkan resiko kerugian yang sangat besar.

Belakangan semakin marak digunakannya mikrohidro, pembangkit listrik tenaga air skala kecil (dibawah 100 kW), sebagai sumber pasokan listrik di desa-desa kecil dan terpencil. PLTA mikrohidro semakin dipilih mengingat banyaknya sungai kecil yang ada di Indonesia. Potensi mikrohidro di Indonesia ada 458,75 MW dan baru terpasang 84 MW. Selain itu teknologinya yang mudah pun menjadi suatu nilai tambah bagi penduduk desa dalam memanfaatkan aliran sungai sebagai sumber energi primer untuk pembangkit listrik.

4.6.2 Tenaga Surya

Di antara sumber energi alternatif yang saat ini banyak dikembangkan seperti turbin angin, tenaga air (hydro power) dan lain-lain, tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan di Indonesia. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 % dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 % sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.

Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 Watt/m2. Jika sebuah divais semikonductor seluas 1 m2 memiliki efisiensi 10 % maka modul solar sel ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 Watt. Saat ini efisiensi modul solar sel komersial berkisar antara 5 – 15 % tergantung material penyusunnya.

Karena fleksibel, sel surya yang dihasilkan bisa dibentuk seperti genting, jendela, atau bentuk bagian bangunan lainnya. Hambatan utama dari penerapan teknologi ini adalah mahalnya teknologi peralatan yang dipakai untuk memproduksinya. Teknologi terbaru yang masih dalam tahap pengembangan adalah sel surya berbasis bahan organik. Teknologi yang digunakan berbeda jauh dengan teknologi sel surya konvensional. Jika teknologi manufaktur yang murah bisa diciptakan maka sel surya organik semacam ini bisa jauh lebih murah dibanding sel surya konvensional.

Masalah utama penggunaan energi surya untuk PLTS adalah ketersediannya. Energi matahari hanya tersedia di siang hari. Oleh sebab itu, PLTS harus bekerjasama dengan pembangkit lain untuk meningkatkan keandalannya. Untuk itu, tegangan DC yang dihasilkan oleh modul fotovoltaik harus diubah menjadi tegangan AC dengan menggunakan inverter. Tegangan bolak-balik yang dihasilkan inverter harus mempunyai bentuk dan frekuensi yang baik agar bisa diparalelkan dengan jaringan listrik yang ada.

Gambar 10 memperlihatkan skema pembangkit listrik tenaga surya skala kecil yang dipakai untuk skala rumah tangga. Tegangan DC yang dihasilkan sel surya diubah menjadi tegangan AC dengan menggunakan inverter. Inverter diparalel dengan tegangan jala-jala (misal PLN). Sebagian energi listrik yang dihasilkan sel surya akan dikonsumsi sendiri. Jika berlebih, energi listrik yang dihasilkan bisa dijual ke jaringan PLN. Pembangkit listrik semacam ini tidak memerlukan batere sebagai penyimpan energi.

gb10

PLTS tidak hanya berguna bagi rakyat Indonesia yang tinggal di daerah kepulauan untuk meningkatkan kemandirian di bidang energi tetapi juga berguna bagi penduduk pulau Jawa yang ingin mengurangi beban PLN atau mengurangi emisi CO2. Di banding pembangkit batu bara, PLTS mempunyai peluang mengurangi lebih dari 1 kg CO2 untuk setiap kWh energi listrik yang dibangkitkannya. Pemasangan PLTS bisa digunakan untuk meningkatkan image perusahaan dalam memperoleh sertifikat ramah lingkungan. Di banyak negara maju, memiliki sertifikat ramah lingkungan terbukti sangat berguna dalam menarik investor dan menaikkan harga saham.

Sampai tahun 2025, pemerintah Indonesia berencana memasang PLTS sampai 1000 MW. Jika melihat kebutuhan akan PLTS dunia, maka peluang bisnis PLTS sangat-sangat besar. Sayangnya, hanya sedikit orang Indonesia yang menguasai teknologi ini. Tidak ada industri di Indonesia yang memproduksi sel surya, biasanya baru terbatas merakitnya. Seperti halnya pembangkit listrik energi terbarukan lainnya, hanya sedikit orang atau industri di Indonesia yang menguasai teknologi elektronika daya yang diperlukan dalam PLTS.

Terus naiknya pasar pembangkit listrik berbasis PLTS harus digunakan sebagai momentum untuk mempersiapkan diri sehingga rakyat Indonesia tidak hanya menjadi konsumen dan penonton. Persiapan ini harus mencakup persiapan sumber daya manusia, industri, dan peraturannya. Hambatan subsidi yang menyebabkan penerapan penerapan PLTS kurang ekonomis harus secara bertahap diatasi.

4.6.3 Tenaga Angin

Pembangkit listrik tenaga angin atau bayu (PLTB) mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam 20 tahun terakhir ini, terutama di belahan Eropa utara. Jerman dan Denmark telah menggunakan tenaga angin untuk membangkitkan hampir 20% kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 2010, diperkirakan PLTB terpasang di dunia akan mencapai lebih dari 150 GW.

Sebagai negara yang berada di ekuator, potensi dari PLTB memang tidak terlalu besar. Akan tetapi berdasarkan data yang ada, ada beberapa daerah di Indonesia, misal NTB dan NTT, yang mempunyai potensi bagus. Sebagian besar daerah di Indonesia mempunyai kecepatan angin rata-rata sekitar 4 m/s, kecuali di dua propinsi tersebut. Oleh sebab itu, PLTB yang cocok dikembangkan di Indonesia adalah pembangkit dengan kapasitas di bawah 100 kW. Tentu saja ini berbeda dengan Eropa yang berkonsentrasi untuk mengembangkan PLTB dengan kapasitas di atas 1 MW atau lebih besar lagi untuk dibangung di lepas pantai.

Masalah utama dari penggunaan PLTB adalah ketersediaannya yang rendah. Untuk mengatasi masalah ini maka PLTB harus dioperasikan secara paralel dengan pembangkit listrik lainnya. Pembangkit listrik lainnya bisa berbasis Sumber Energi Alternatif (SEA) atau pembangkit konvensional. Walaupun sebuah PLTB hanya membangkitkan daya kurang dari 100 kW, kita bisa membangun puluhan PLTB dalam satu daerah. Dengan memanfaatkan PLTB maka kebutuhan akan bahan bakar fossil akan jauh berkurang. Selain mengurangi biaya operasi, penggunaan PLTB akan meningkatkan jaminan pasokan energi suatu daerah. Di daerah kepulauan seperti halnya NTB dan NTT, yang mana semua kebutuhan energinya harus didatangkan dari daerah lain, keberadaan PLTB akan membantu meningkatkan kemandiriannya. Di banding dengan diesel, PLTB mempunyai potensi mengurangi emisi CO2 sebesar 700 gram untuk setiap kWh energi listrik yang dibangkitkan.

Gambar 10 memperlihatkan skema PLTB yang cocok untuk daya kurang dari 100 kW. Turbin angin memutar generator tegangan bolak-balik. Karena kecepatan angin berubah-ubah maka tegangan AC yang dihasilkan generator mempunyai frekuensi yang berubah-ubah. Tegangan AC yang frekuensinya berubah-ubah ini harus diubah menjadi tegangan DC yang tetap dengan menggunakan penyearah. Tegangan DC ini selanjutnya diubah menjadi tegangan AC frekuensi 50 Hz dengan menggunakan inverter. Keluaran inverter diparalel dengan jaringan listrik yang ada. Dengan menggunakan konsep ini, semua energi listrik yang dibangkitkan oleh PLTB bisa dikirim ke jaringan untuk dimanfaatkan. Pembangkit semacam ini juga tidak memerlukan batere yang mahal dan butuh pemeliharaan rutin.

Teknologi turbin atau kincir angin yang diperlukan dalam PLTB telah dikuasai oleh orang Indonesia dan beberapa industri lokal telah mampu membuatnya dengan baik. Generator yang digunakan bisa menggunakan generator induksi (yang murah dan kokoh) atau generator magnet permanen yang efisien. Kedua teknologi generator ini telah dikuasai oleh orang Indonesia dan beberapa industri telah mampu membuatnya. Yang menjadi masalah adalah bahan baku yang sebagian besar harus didatangkan dari luar. Teknologi penyearah dan inverter juga dikuasai oleh orang Indonesia walaupun industri yang mampu membuatnya masih terbatas. Di Indonesia juga tidak tersedia orang yang menguasai teknologi komponen elektronika daya, apalagi industrinya. Semua komponen elektronika daya harus didatangkan dari luar. Di Indonesia, peneliti yang mendalami teknologi elektronika daya juga sangat terbatas. Perkembangan kebutuhan akan pembangkit listrik berbasis SEA ini sebaiknya diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri elektronika daya berserta sumber daya manusianya.

gb11

gb12

4.7 Biomassa

Bioenergi adalah istilah umum bagi energi yang dihasilkan melalui material organik, seperti kayu, tanaman pertanian, sekam, sampah, atau kotoran hewan. Berdasarkan sumbernya, bioenergi dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu yang dari hasil pertanian dan budidaya, dan yang dari limbah buangan, seperti buangan tanaman sisa panen, kotoran hewan, sampah kota, limbah pabrik, dsb.

Banyak yang menyangsikan kalau bioenergi adalah salah satu solusi energi terbarukan, terutama untuk bioenergi yang bersumber dari hasil pertanian dan budidaya. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan yang sangat besar dan waktu produksi yang terlalu lama. Terlebih lagi ternyata selisih antara energi keluaran dan energi fosil yang terpakai selama proses tidak terlalu signifikan. Selain itu walaupun ditujukan untuk mengurangi polusi CO2, produksi bioenergi bukan berarti tanpa CO2, walaupun memang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada CO2 yang dihasilkan dari produksi energi fosil. Sehingga tantangan kedepan agar bioenergi dapat bersaing dengan sumber energi lainnya adalah bagaimana meningkatkan efisiensi dari teknologi prosesnya dan bagaimana mempercepat produksi sumber energinya.

Pengolahan biomassa menjadi bioenergi dapat dilakukan dalam tiga cara : (i) pembakaran biomassa padat (ii) produksi bahan bakar gas dari biomassa (iii) produksi bahan bakar cair dari biomassa.

Cara yang pertama adalah dengan membakar langsung biomassa dan diambil energi panasnya. Energi panas ini dapat digunakan untuk apa saja, bisa sebagai pemanas ruangan, ventilasi, atau jika dalam terminologi kelistrikan, energi panas ini kemudian digunakan untuk memanaskan dan menguapkan air pada aplikasi turbin uap. Biomassa yang digunakan bisa apa saja, namun umumnya adalah sisa produk hutan dan pertanian, arang, atau sampah kota (pada PLTSa).

Pengolahan biomassa dengan cara ini umumnya sudah ditinggalkan (kecuali pada PLTSa), karena walaupun teknologinya sederhana namun efisiensinya sangat rendah. Selain itu biomassa padat memiliki kerapatan energi yang relatif kecil, sehingga proses transportasinya memakan biaya yang besar.

Khusus untuk biomassa sampah kota, PLTSa dapat menjadi solusi yang menarik untuk dikembangkan, mengingat produksi sampah kota terus meningkat dari tahun ke tahun. PLTSa di dunia kini sudah mencapai lebih dari 3 GW dengan setengahnya berada di eropa. Di Indonesia sendiri PLTSa masih menjadi solusi yang sulit untuk diterapkan. Penolakan terhadap PLTSa umumnya disebabkan kekhawatiran masyarakat akan pencemaran lingkungan, terutama pencemaran udara. Namun tidak perlu khawatir karena teknologi PLTSa yang berkembang saat ini sudah dilengkapi dengan sistem pengeringan dan filter abu. Sistem ini berfungsi untuk mengurangi unsur-unsur kimia berbahaya yang terkandung pada abu gas buangan, sehingga gas buangan PLTSa masih dalam taraf aman.

gb13

Cara yang kedua adalah produksi biomassa dalam bentuk gas. Ada beberapa alasan dibalik berkembangnya teknologi ini. Hasil yang didapatkan melalui produk biogas ini selain dapat dimanfaatkan untuk pembakaran biasa / pemanasan, ternyata bisa juga digunakan sebagai bahan bakar pada mesin bakar dan turbin gas. Produk biogas juga menawarkan efisiensi yang lebih tinggi dari pembakaran biomassa padat, selain itu karena dalam bentuk gas, penyalurannya relatif lebih mudah (bisa dengan menggunakan pipa).

Konversi kedalam bentuk gas dapat dilakukan melalui proses biokimia dan termokimia. Untuk proses biokimia, digunakan anaerob yang kemudian akan memecah materi organik kedalam senyawa gula, dan kemudian menjadi zat asam, dan akhirnya menjadi gas. Pada tahun 1999, Inggris telah memiliki 1-MW-anaerobic-disgestion-plant. Sementara di Cina ada 5 juta pembangkit anaerob skala kecil pada pertengahan 1990 dan di India ada 2.8 juta yang sudah terpasang sejak 1998 dan akan membangun lagi 12 juta pembangkit anaerob skala kecil. Untuk proses termokimia, gasifikasi dilakukan dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan proses gasifikasi batu bara, hanya saja yang menjadi objeknya adalah biomassa. Produksi gasifikasi dalam kondisi tertentu dapat menghasilkan gas sintesis, kombinasi antara hidrokarbon dan hidrogen. Dari gas sintesis ini hampir seluruh hidrokarbon, bensin sintesis dan bahkan hidrogen murni dapat dibentuk (yang nantinya dapat digunakan pada fuel cell). Tantangan dari biogas ini adalah proses pembuatannya yang rumit, dan di negara berkembang seperti indonesia ini masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk investasi awalnya.

Cara yang ketiga adalah dengan memproduksi biofuel cair dari biomassa. Fokus terbesar pengembangan bioenergi terletak pada biofuel sebagai pengganti bahan bakar minyak. Ada tiga macam olahan biofuel yang dapat mereduksi penggunaan bahan bakar minyak, yaitu (i) bio-ethanol (ii) bio-diesel (iii) bio-oil.

Bio-ethanol didapatkan melalui proses fermentasi. Proses fermentasi ini membutuhkan produk gula, sehingga sumber paling efektif untuk digunakan dalam produksi bio-etanol ini adalah tebu. Brazil adalah negara terbesar penghasil ethanol dari residu gula. Kegunaan dari bio-ethanol adalah dapat mereduksi penggunaan bensin, yaitu dengan mencampurkan bio-ethanol kedalam bensin (premium). Salah satu produknya yang sudah banyak dikenal adalah Gasohol E-10, didapatkan dengan mencampurkan 10% Bio-ethanol dengan 90% premium. Seiring dengan perkembangan teknologi, bukan tidak mungkin campuran Bio-ethanol di kemudian hari akan semakin besar persentasenya.

Bio-diesel didapatkan melalui transesterifikasi minyak sayur (diekstrak dari biji-bijian seperti jarak, kelapa sawit, dsb). Sebenarnya minyak sayur dapat digunakan langsung pada mesin diesel, hal senada diungkapkan oleh Dr Rudolf Diesel pada tahun 1911 dalam tulisannya, hal ini disebabkan minyak sayur memiliki kandungan energi yang tidak jauh berbeda (37-39 Gj/t) dengan solar (42 Gj/t). Namun bio-diesel lebih dipilih karena minyak sayur memiliki pembakaran yang tidak sempurna jika dioperasikan langsung pada mesin diesel. Kegunaan dari bio-diesel adalah dapat mereduksi penggunaan solar, yaitu dengan mencampurkan bio-diesel kedalam solar. Salah satu produknya yang sudah banyak dikenal adalah Biodiesel B-10, didapatkan dengan mencampurkan 10% Bio-diesel dengan 90% solar. Di beberapa negara iklim tropis seperti filipina dan Brazil, campuran 70% solar dengan 30% minyak sayur tanpa transesterifikasi dilakukan untuk menggantikan diesel. Namun, biasanya sektor pangan dan kosmetik mau membayar lebih mahal, sehingga hal tersebut hanya dilakukan pada daerah tertentu yang kekurangan supply solar. Produksi biodiesel dunia kini mencapai lebih dari 1.5 juta ton per tahunnya. Dan kini pemerintah USA serta Inggris sedang mengembangkan teknologi biodiesel dari minyak jelantah.

Bio-oil didapatkan melalui proses pyrolisis dari sekam, tempurung kelapa, jarak atau kelapa sawit. Proses ini melibatkan penguapan material biomassa sehingga terbagi menjadi uap dan padatan residu. Kemudian uapnya diembunkan sehingga dihasilkan cairan bio-oil yang membawa kandungan energi cukup besar. Bio-oil digunakan sebagai pengganti solar industri (IDO), Marine Fuel Oil (MFO), dan kerosin. Bio-oil dapat digunakan pada pembangkit listrik diesel

gb14

4.8 Tenaga Panas Bumi (Geothermal)

Sebelum abad 20, fluida panas bumi (geothermal) hanya digunakan untuk mandi, mencuci dan memasak. Dewasa ini pemanfaatan fluida panas bumi sangat beraneka ragam, baik untuk pembangkit listrik maupun untuk keperluan lainnya di sektor non-listrik, yaitu untuk pemanas ruangan, rumah kaca, tanah pertanian, pengering hasil pertanian dan peternakan, pengering kayu dll.

Pemanfaatan energi panas bumi secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pemanfaatan tidak langsung dan pemanfaatan langsung. Pemanfaatan tidak langsung yaitu memanfaatkan energi panas bumi untuk pembangkit listrik. Sedangkan pemanfaatan langsung yaitu memanfaatkan secara langsung panas yang terkandung pada fluida panas bumi untuk berbagai keperluan.

Fluida panas bumi yang telah dikeluarkan ke permukaan bumi mengandung energi panas yang akan dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Hal ini dimungkinkan oleh suatu sistem konversi energi fluida panas bumi (geothermal power cycle) yang mengubah energi panas dari fluida menjadi energi listrik.

Fluida panas bumi bertemperatur tinggi (>225 oC) telah lama digunakan di beberapa negara untuk pembangkit listrik, namun beberapa tahun terakhir ini perkembangan teknologi telah memungkinkan digunakannya fluida panas bumi bertemperatur sedang (150-225 oC) untuk pembangkit listrik.

Selain temperatur, faktor-faktor lain yang biasanya dipertimbangkan dalam memutuskan apakah suatu sumber daya panas bumi tepat untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik adalah sebagai berikut: (i) Sumberdaya mempunyai kandungan panas atau cadangan yang besar sehingga mampu memproduksi uap untuk jangka waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 25-30 tahun. (ii) Sumber daya panas bumi menghasilkan fluida yang mempunyai pH hampir netral agar laju korosinya relatif rendah, sehingga fasilitas produksi tidak cepat terkorosi. Selain itu hendaknya kecenderungan fluida membentuk skala yang relatif rendah. (iii) Reservoirnya tidak terlalu dalam, biasanya tidak lebih dari 3 km. (iv) Sumber daya panas bumi terdapat di daerah yang relatif tidak sulit dicapai. (v) Sumber daya panas bumi terletak di daerah dengan kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal yang relatif rendah. Proses produksi fluida panas bumi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya erupsi hidrotermal.

Energi panas bumi yang relatif tidak menimbulkan polusi dan terdapat menyebar di seluruh kepulauan Indonesia (kecuali Kalimantan) sesungguhnya merupakan salah satu energi yang tepat untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di masa yang akan datang untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan listrik nasional yang cenderung terus meningkat.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panas bumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.

Untuk kandungan panas atau cadangan yang relatif kecil, namun mempunyai suhu yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik, bisa digunakan untuk pembangkit listrik berskala kecil dengan kapasitas terpasang antara 1-5 MW. Di beberapa tempat pembangkit dibangun dengan kapasitas kecil, seperti di Fang Thailand yang berkapasitas 300 kW.

Pada dasarnya pembangkit tenaga panas bumi dapat di bangun mengikuti permintaan beban listrik. Pembangkit tenaga kecil biasanya dibangun menggunakan pendekatan modular yang dapat mengurangi biaya konstruksi dan dapat ditempatkan dekat ke sumur sehingga keseluruhan proyek mempunyai dampak lingkungan yang minimal. Pembangkit tenaga kecil telah memainkan peranan penting dalam perkembangan dan penggunaan tenaga panas bumi. Kunci sukses pembangkit tenaga panas bumi skala kecil adalah tidak membangun pembangkit yang kapasitasnya melebihi permintaan, dan selalu mencari kemungkinan penyatuan sistem pemanfaatan langsung air panas untuk memperbaiki perekonomian perusahaan pembangkit dan juga masyarakat setempat.

gb15

5. Penutup

Dengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan perkembangan teknologi yang kini terjadi, beberapa catatan dapat dibuat. Penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkitan energi listrik akan meningkat dengan pesat di Indonesia. Pemanfaatan batubara juga akan meningkat, sekalipun tidak setajam gas. Posisi batubara sebagai bahan bakar utama masih dapat dipertahankan untuk beberapa tahun kedepan. Penggunaan energi nuklir secara global akan menggantikan peran pembangkit listrik berbahan bakar fosil (minyak bumi – batubara – gas alam) secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan karakteristik beban yang konstan (Jawa – Bali). Pemanfaatan minyak akan banyak menurun. Minat akan energi terbarukan akan meningkat juga, sekalipun secara relatif memiliki peran yang masih kecil.

Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat ditangkap di seluruh
kepulauan Indonesia hampir sepanjang tahun merupakan sumber
energi listrik yang sangat potensial. Oleh karena itu, PV dan biomassa diperkirakan akan meningkat dengan pesat. Selain itu ada juga pemanfaatan energi panas bumi bisa menjadi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Tetapi pemanfaatan energi panas bumi tidak bisa maksimal karena persediaannya sangat terbatas dan teknologi untuk mengelolanya dianggap mahal.

Efisiensi pembangkitan tenaga listrik akan meningkat, bukan saja karena teknologi pembangkitannya menjadi lebih baik, akan tetapi juga karena pengusahaan tenaga listrik makin lama makin banyak mempergunakan otomatisasi. Dan juga perlu disebut masalah lingkungan akan menjadi lebih kecil karena perkembangan teknologi yang lebih bersahabat lingkungan.

REFERENCE :

  1. Paul Breeze, Power Generation Technologies, Jordan Hill, Oxford, 2005.

  2. Presidential degree 5, 2006

  3. Dr. Ir. Pekik A. Dahono, Sumber Energi Alternatif (SEA), Laboratorium Penelitian Konversi Energi Elektrik, Teknik Elektro ITB

  4. Prof. Ir. Abdul Kadir, IPM, Beberapa Kecenderungan Perkembangan Teknologi Pembangkit Listrik, Ketua Sekolah Tinggi Teknik Yayasan PLN, Jakarta

  5. Dr. Ir. Wilson Walery Wenas, Teknologi Sel Surya : Perkembangan Dewasa Ini dan yang Akan Datan, Laboratorium Semikonduktor, Fisika-ITB

  6. Teguh Priyambodo, Pembangkit Listrik Tenaga Surya: Memecah Kebuntuan Kebutuhan Energi Nasional dan Dampak Pencemaran Lingkungan