Tuesday, March 29, 2011

ENERGI LISTRIK TERBARUKAN, SEBUAH JAWABAN KEBUTUHAN ENERGI MASA DEPAN

Pendahuluan
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang merupakan demand dari pertumbuhan energi, maka negara kita harus terus berupaya meningkatkan kualitas penyediaan energi terutama energi listrik di seluruh propinsi Indonesia, namun hingga saat ini pemenuhan kebutuhan akan energi terus mengalami hambatan, terutama persoalan konsumsi bahan bakar (minyak) yang terus meningkat. Adanya realisasi pemerintah untuk mengembangkan kapasitas pembangkit sebesar 10.000 KW merupakan salah satu jawaban atas persoalan kebutuhan energi listrik yang semakin besar. Tentunya daya sebesar itu masih kurang jika dibandingkan dengan luas wilayah negara ini. Berdasarkan hal itu menurut UU No.30 Tahun 2007 tentang energi, maka tiap daerah perlu menyusun perencanaan energi dan kelistrikan daerah dengan memanfaatkan potensi energi daerah. Tujuannya adalah menganalisa penggunaan energi baru terbarukan dan juga energi alternatif lainnya yang mampu mengurangi kebutuhan akan bahan bakar minyak, dan beralih pada penggunaan energi terbarukan (renewable energy).

Kebutuhan Energi Indonesia
Pemakaian listrik per kapita terkadang menjadi suatu indikator perkembangan suatu negara. Di negara yang sedang berkembang, industri merupakan pemakai listrik terbesar dan sekitar 30 persen masyarakat belum dapat menikmati listrik.





Gambar 1. Penambahan dan Investasi Tenaga Listrik hingga tahun 2030
(Badan Energi Nasional, 2004)

Dari gambar di atas dapat dikatakan bahwa penambahan dan investasi energi baik dalam bentuk jaringan listrik grid besar, minigrid dan daerah terpencil masih terus dikembangkan hingga tahun 2030.
1. Kapasitas Terpasang
Sampai akhir tahun 2008 total kapasitas pembangkit terpasang di seluruh Indonesia mencapai 29.373 MW yang terdiri dari pembangkit milik PLN sebesar 24.763 MW serta pembangkit milik swasta atau IPP (Independent Power Producer) sebesar 4.610 MW. Sumatera 4.179 MW, Jawa-Bali 22.406 MW, Kalimantan 1.036 MW, Sulawesi 1.123 MW, Nusa Tenggara 300 MW dan Maluku dan Papua 330 MW. Untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Kapasitas Pembangkit Terpasang Tahun 2008


2. Rasio Elektrifikasi Nasional (Sumber: ESDM, per propinsi)
Rasio elektrifikasi adalah tingkat perbandingan jumlah penduduk suatu negara yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, rasio elektrisifikasi nasional telah meningkat dari 59% menjadi 65% atau sekitar 1,5% per tahun. Peningkatan rasio elektrifikasi tersebut dilakukan melalui sambungan baru pelanggan PLN dan pemanfaatan energi setempat (PLTMH, PLTB, PLTS Terpusat dan PLTS Tersebar yang khusus diperuntukkan bagi daerah-daerah terpencil). Gambar 2 menunjukan tentang kondisi rasio elektrifikasi Indonesia sampai dengan tahun 2009 (65%).



Gambar 2. Rasio Elektrifikasi di Indonesia

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kebutuhan kelistrikan di pulau Jawa yang paling besar, sedangkan untuk daerah-daerah di luar Jawa masih relatif kecil, sehingga ke depan pemerintah dituntut untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh Indonesia. Kalau mengandalkan sumber energi konvensional tentunya akan membutuhkan anggaran dan biaya operasional yang sangat besar, namun jika pengembangan energi terbarukan terus diupayakan paling tidak kebutuhan akan energi listrik akan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Pengembangan Sumber Energi Terbarukan
Dari gambar 3 dibawah ini kita dapat melihat bahwa penggunaan bahan bakar untuk energi listrik dunia saat ini sebesar 63 %, sedangkan nuklir 16 %, dan renewable sebesar masih sebesar 21%.



Gambar 2. Pembangkitan Listrik Dunia
(Administrasi Informasi Energi US, 2004)

Hingga kini riset dan pengembangan energi terbarukan terus dilakukan di seluruh dunia termasuk Indonesia, karena mau tidak mau Indonesia harus mandiri energi, kekayaan yang melimpah akan sumber energi seperti panas bumi, hidro, angin, serta matahari seharusnya dapat menjadi sumber energi yang tidak terbatas bagi penyediaan energi listrik di Indonesia.
Pengembangan energi terbarukan dapat terwujud dengan adanya keterpaduan yang dilakukan oleh semua lembaga terkait (stakeholder) telah mampu membentuk sinergi yang baik. Keterpaduan sinergi lembaga-lembaga itu juga secara bertahap telah mampu menempatkan posisi energi terbarukan tidak hanya memperkuat ekonomi rakyat maupun mereduksi kemiskinan masyarakat desa.
Berfungsinya lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (R&D) di bidang teknologi energi terbarukan, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), dan lembaga-lembaga penelitian di perguruan tinggi di Indonesia, terbukti melahirkan mahakarya mandiri yang tidak hanya berani mengembangkan, tetapi juga dengan bangga menggunakan teknologi energi terbarukan buatan sendiri (indigenous technology).
Adanya peran swasta yang terus mendukung upaya pengembangan energi terbarukan di Indonesia perlu ditingkatkan. Paling tidak teknologi seperti Turbin Angin, Mikrohidro, Sel Surya harus mendapat dukungan swasta baik dari manufaktur maupun pendanaan pengembangannya.

Penutup
Kita berharap pengembangan energi terbarukan dapat menjadi grand master plan di Indonesia, sehingga distribusi energi listrik benar-benar dapat menyeluruh ke pelosok nusantara. Ini berarti akses informasi pembangunan dapat merata, begitu juga diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat atau sebagai alternatif pengentasan kemiskinan.